STARNDAR
PROFESI BIDAN DI DALAM ASPEK HUKUM
PRAKTEK BIDAN
D
I
S
U
S
U
N
OLEH
LIUNCHENSHE
T.A 2012/2013
KATA PENGANTAR
Puji serta syukur dipanjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha
Esa, karena berkat rahmat dan hidayah-Nya sehingga Tugas Kelompok berupa
makalah ini sebagai tugas mata kuliah dengan judul “STANDART PROFESI DIDALAM ASPEK HUKUM PRAKTEK BIDAN” dapat diselesaikan tepat pada
waktunya.
Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih banyak
kekurangan dan jauh dari sempurna. Untuk itu penulis mengharapkan saran dan
kritik yang membangun terutama dari dosen mata kuliah serta pembaca demi
kesempurnaan makalah ini. Penulis berharap semoga hasil dari penulisan makalah
ini kelak dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang membutuhkan.
Medan, Oktober 2012
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sejarah menunjukkan bahwa bidan adalah salah satu profesi
tertua di dunia sejak adanya peradaban umat manusia. Bidan muncul sebagai
wanita terpercaya dalam mendampingi dan menolong ibu yang melahirkan. Peran dan
posisi bidan dimasyarakat sangat dihargai dan dihormati karena tugasnya yang
sangat mulia, memberi semangat, membesarkan hati, mendampingi, serta menolong
ibu yang melahirkan sampai ibu dapat merawat bayinya dengan baik.
Sejak zaman pra sejarah, dalam naskah kuno sudah tercatat
bidan dari Mesir yang berani ambil resiko membela keselamatan bayi-bayi
laki-laki bangsa Yahudi yang diperintahkan oleh Firaun untuk di bunuh. Mereka
sudah menunjukkan sikap etika moral yang tinggi dan takwa kepada Tuhan dalam
membela orang-orang yang berada dalam posisi yang lemah, yang pada zaman modern
ini, kita sebut peran advokasi. Bidan sebagai pekerja profesional dalam
menjalankan tugas dan prakteknya, bekerja berdasarkan pandangan filosofis yang
dianut, keilmuan, metode kerja, standar praktik pelayanan serta kode etik yang
dimilikinya
Keberadaan bidan di Indonesia sangat diperlukan dalam upaya
meningkatkan kesejahteraan ibu dan janinnya, salah satu upaya yang dilakukan
oleh pemerintah adalah mendekatkan pelayanan kebidanan kepada setiap ibu yang
membutuhkannya. Pada tahun 1993 WHO merekomendasikan agar bidan di bekali
pengetahuan dan ketrampilan penanganan kegawatdaruratan kebidanan yang relevan.
Untuk itu pada tahun 1996 Depkes telah menerbitkan Permenkes
No.572/PER/Menkes/VI/96 yang memberikan wewenang dan perlindungan bagi bidan
dalam melaksanakan tindakan penyelamatan jiwa ibu dan bayi baru lahir.
Pada pertemuan pengelola program Safe Mother Hood dari
negara-negara di wilayah Asia Tenggara pada tahun 1995, disepakati bahwa
kualitas pelayanan kebidanan diupayakan agar dapat memenuhi standar tertentu
agar aman dan efektif.
Sebagai tindak lanjutnya WHO mengembangkan Standar Pelayanan
Kebidanan. Standar ini kemudian diadaptasikan untuk pemakaian di Indonesia,
khususnya untuk tingkat pelayanan dasar, sebagai acuan pelayanan di tingkat masyarakat.
Dengan adanya standar pelayanan, masyarakat akan memiliki
rasa kepercayaan yang lebih baik terhadap pelaksana pelayanan. Suatu standar
akan lebih efektif apabila dapat diobservasi dan diukur, realistis, mudah
dilakukan dan dibutuhkan. Pelayanan kebidanan merupakan pelayanan profesional
yang menjadi bagian integral dari pelayanan kesehatan sehingga standar
pelayanan kebidanan dapat pula digunakan untuk menentukan
1.2 Ruang
Lingkup Masalah
Ruang lingkup pembahasan yang akan dibahas yaitu mengenai
Spek hukum dalam praktek kebidanan
1.3 Tujuan
dan Maksud Penulisan
1. Mahasiswa mampu mempelajari dan
melaksanakan asuhan kebidanan pada bayi lahir dengan trauma lahir.
2. Untuk mengingatkan kita kembali,
untuk semaksimal mungkin melakukan penatalaksanaan perioperatif pada obstuksi
usus untuk menurunkan morbiditas dan mortalitas pada bayi dan anak
1.4 Metodologi
Penulisan
Metodologi penulisan merupakan cara untuk memperoleh
kebenaran ilmu pengetahuan atau pemecahan suatu masalah yang pada dasarnya
menggunakan metode ilmiah, dalam penyusunan makalah ini kami menggunakan metode
studi pustaka melalui referensi-referensi yang ada di perpustakaan kampus
maupun internet.
1.5 Sistematika
Penulisan
KATA
PENGANTAR
DAFTAR
ISI
BAB
I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
1.2
Ruang Lingkup Masalah
1.3
Tujuan dan Maksud Penulisan
1.4
Metodologi Penulisan
1.5
Sistematika Penulisan
BAB
II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Bidan
2.2 Standar Asuhan Kebidanan
2.3 Registrasi Praktik Bidan
2.4 Kewenangan Bidan di Komunitas
2.5 Aspek Hukum Perdata memiliki 2 bentuk pertanggung jawaban hokum
2.1 Pengertian Bidan
2.2 Standar Asuhan Kebidanan
2.3 Registrasi Praktik Bidan
2.4 Kewenangan Bidan di Komunitas
2.5 Aspek Hukum Perdata memiliki 2 bentuk pertanggung jawaban hokum
Sanksi
dari timbulnya gugatan adanya Wanprestasi maupun adanya PMH, secara hukum
perdata, dapat kita teliti pasal –pasal
BAB
III PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
DAFTAR
PUSTAKA
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
Bidan
Dalam bahasa inggris, kata Midwife (Bidan) berarti “with
woman”(bersama wanita, mid = together, wife = a woman. Dalam bahasa Perancis,
sage femme (Bidan) berarti “wanita bijaksana”,sedangkan dalam bahasa latin,
cum-mater (Bidan) bearti ”berkaitan dengan wanita”.
Menurut
churchill, bidan adalah ” a health worker who may or may not formally trained
and is a physician, that delivers babies and provides associated maternal care”
(seorang petugas kesehatan yang terlatih secara formal ataupun tidak dan bukan
seorang dokter, yang membantu pelahiran bayi serta memberi perawatan maternal
terkait).
Definisi Bidan (ICM): bidan adalah seorang yang telah
menjalani program pendidikan bidan yang diakui oleh negara tempat ia tinggal,
dan telah berhasil menyelesaikan studi terkait serta memenuhi persyaratan untuk
terdaftar dan atau memiliki izin formal untuk praktek bidan. Bidan merupakan
salah satu profesi tertua didunia sejak adanya peradaban umat manusia.
Bidan adalah seorang perempuan yang lulus dari pendidikan
bidan, yang terakreditasi, memenuhi kualifikasi untuk diregister, sertifikasi
dan atau secara sah mendapat lisensi untuk praktek kebidanan. Yang diakui
sebagai seorang profesional yang bertanggungjawab, bermitra dengan perempuan
dalam memberikan dukungan, asuhan dan nasehat yang diperlukan selama kehamilan,
persalinan dan nifas, memfasilitasi kelahiran atas tanggung jawabnya sendiri
serta memberikan asuhan kepada bayi baru lahir dan anak.
KEPMENKES
NOMOR 900/ MENKES/SK/ VII/2002 bab I pasal 1:
Bidan adalah seorang wanita yang telah mengikuti program
pendidikan bidan dan lulus ujian sesuai persyaratan yang berlaku
Menurut WHO bidan adalah seseorang yang telah diakui secara
regular dalam program pendidikan kebidanan sebagaimana yang telah diakui skala
yuridis, dimana ia ditempatkan dan telah menyelesaikan pendidikan kebidanan dan
memperoleh izin melaksanakan praktek kebidanan.
2.2 Standar
Asuhan Kebidanan
Standar asuhan kebidanan sangat
penting di dalam menentukan apakah seorang bidan telah melanggar kewajibannya
dalam menjalankan tugas profesinya. Adapun standar asuhan kebidanan terdiri
dari :
Standar I : Metode Asuhan
Merupakan asuhan kebidanan yang
dilaksanakan dengan metode manajemen kebidanan dengan tujuh langkah, yaitu :
pengumpulan data, analisa data, penentuan diagnosa, perencanaan, pelaksanaan,
evaluasi dan dokumentasi.
Standar II : Pengkajian
Pengumpulan
data mengenai status kesehatan klien yang dilakukan secara sistematis dan
berkesinambungan. Data yang diperoleh dicatat dan dianalisis.
Standar III : Diagnosa Kebidanan
Diagnosa
Kebidanan dirumuskan dengan padat, jelas dan sistematis mengarah pada asuhan
kebidanan yang diperlukan oleh klien sesuai dengan wewenang bidan berdasarkan
analisa data yang telah dikumpulkan.
Standar IV : Rencana Asuhan
Rencana
asuhan kebidanan dibuat berdasarkan diagnosa kebidanan.
Standar V : Tindakan
Tindakan
kebidanan dilaksanakan berdasarkan rencana dan perkembangan keadaan klien dan
dilanjutkan dengan evaluasi keadaan klien.
Standar VI : Partisipasi klien
Tindakan
kebidanan dilaksanakan bersama-sama/pertisipasi klien dan keluarga dalam rangka
peningkatan pemeliharaan dan pemulihan kesehatan.
Standar VII : Pengawasan
Monitoring
atau pengawasan terhadap klien dilaksanakan secara terus menerus dengan tujuan
untuk mengetahui perkembangan klien.
Standar VIII : Evaluasi
Evaluasi
asuhan kebidanan dilaksanakan secara terus menerus seiring dengan tindakan
kebidanan yang dilaksanakan dan evaluasi dari rencana yang telah dirumuskan.
Standar IX : Dokumentasi
Asuhan
kebidanan didokumentasikan sesuai dengan standar dokumentasi asuhan kebidanan
yang diberikan.
2.3 Registrasi
Praktik Bidan
Bidan merupakan profesi yang diakui
secara nasional maupun intenasional oleh International Confederation of
Midwives (ICM). Dalam menjalankan tugasnya, seorang bidan harus memiliki
kualifiksi agar mendapatkan lisensi untuk praktek.
Praktek pelayanan bidan perorangan
(swasta), merupakan penyedia layanan kesehatan, yang memiliki kontribusi cukup
besar dalam memberikan pelayanan, khususnya dalam meningkatkan kesejahteraan
ibu dan anak. Supaya masyarakat pengguna jasa layanan bidan memperoleh akses
pelayanan yang bermutu dari pelayanan bidan, perlu adanya regulasi pelayanan
praktek bidan secara jelas, persiapan sebelum bidan melaksanakan pelayanan
praktek, seperti perizinan, tempat, ruangan, peralatan praktek, dan kelengkapan
administrasi semuanya harus sesuai dengan standar
Dalam hal ini pemerintah telah
menetapkan peraturan mengenai registrasi dan praktik bidan dalam Keputusan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 900/MENKES/SK/VII/2002 (Revisi dari
Permenkes No.572/MENKES/PER/VI/1996).
Registrasi adalah proses
pendaftaran, pendokumentasian dan pengakuan terhadap bidan, setelah dinyatakan
memenuhi minimal kompetensi inti atau standar tampilan minimal yang ditetapkan.
Bidan yang baru lulus dapat mengajukan permohonan untuk memperoleh SIB dengan
mengirimkan kelengkapan registrasi kepada Kepala Dinas Kesehatan Propinsi
dimana institusi pendidikan berada selambat-lambatnya satu bulan setelah
menerima ijazah bidan. Kelengkapan registrasi meliputi :
-
Fotokopi
ijazah bidan.
-
Fotokopi
transkrip nilai akademik.
-
Surat
keterangan sehat dari dokter.
-
Pas
foto ukuran 4 x 6 cm sebanyak dua lembar.
Bidan yang
menjalankan praktek pada sarana kesehatan atau dan perorangan harus memiliki
SIPB dengan mengajukan permohonan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
setempat, dengan melampirkan persyaratan yang meliputi :
-
Fotokopi
SIB yang masih berlaku.
-
Fotokopi
ijazah bidan.
Surat
persetujuan atasan, bila dalam pelaksanaan masa bakti atau sebagai pegawai
negeri atau pegawai pada sarana kesehatan.
-
Surat
keterangan sehat dari dokter.
-
Rekomendasi
dari organisasi profesi.
-
Pas
foto 4 x 6 cm sebanyak 2 lembar.
-
SIPB
berlaku sepanjang SIB belum habis masa berlakunya dan dapat diperbaharui
kembali.
2.4 Kewenangan
Bidan Di Komunitas
Bidan dalam menjalankan praktiknya di komunitas berwenang
untuk memberikan pelayanan sesuai dengan kompetensi 8 yaitu bidan memberikan
asuhan yang bermutu tinggi dan komprehensif pada keluarga, kelompok dan
masyarakat sesuai dengan budaya setempat, yang meliputi :
1. Pengetahuan
dasar
-
Konsep
dasar dan sasaran kebidanan komunitas.
-
Masalah
kebidanan komunitas.
-
Pendekatan
asuhan kebidanan komunitas pada keluarga, kelompok dan masyarakat.
-
Strategi
pelayanan kebidanan komunitas.
-
Upaya
peningkatan dan pemeliharaan kesehatan ibu dan anak dalam keluarga dan
masyarakat.
-
Faktor
– faktor yang mempengaruhi kesehatan ibu dan anak.
-
Sistem
pelayanan kesehatan ibu dan anak.
2. Pengetahuan
tambahan
-
Kepemimpinan
untuk semua (Kesuma)
-
Pemasaran
social
-
Peran
serta masyarakat
-
Audit
maternal perinatal
-
Perilaku
kesehatan masyarakat
-
Program
– program pemerintah yang terkait dengan kesehatan ibu dan anak (Safe Mother
Hood dan Gerakan Sa g. Paradigma sehat tahun 2010.
3. Keterampilan
dasar
-
Melakukan
pengelolaan pelayanan ibu hamil, nifas laktasi, bayi, balita dan KB di
masyarakat.
-
Mengidentifikasi
status kesehatan ibu dan anak.
-
Melakukan
pertolongan persalinan dirumah dan polindes.
-
Melaksanakan
penggerakan dan pembinaan peran serta masyarakat untuk mendukung upaya
kesehatan ibu dan anak.
-
Melaksanakan
penyuluhan dan konseling kesehatan.
-
Melakukan
pencatatan dan pelaporan
4. Keterampilan
tambahan
-
Melakukan
pemantauan KIA dengan menggunakan PWS KIA.
-
Melaksanakan
pelatihan dan pembinaan dukun bayi.
-
Mengelola
dan memberikan obat – obatan sesuai dengan kewenangannya.
-
Menggunakan
tehnologi tepat guna.
-
Pengertian
Profesi
Profesi adalah pekerjaan yang membutuhkan pelatihan dan
penguasaan terhadap suatu pengetahuan khusus. Suatu profesi biasanya memiliki
asosiasi profesi, kode etik, serta proses sertifikasi dan lisensi yang khusus
untuk bidang profesi tersebut. Contoh profesi adalah pada bidang hukum,
kedokteran, keuangan, militer, dan teknik.
Bidan Sebagai Profesi
Sebagai anggota profesi, bidan mempunyai ciri khas yang
khusus. Sebagaii pelayan profesional yang merupakan bagian integral dari
pelayanan kesehatan. Bidan mempunyai tugas yang sangat unik, yaitu:
-
Selalu
mengedepankan fungsi ibu sebagai pendidik bagi anak-anaknya.
-
Memiliki
kode etik dengan serangkaian pengetahuan ilmiah yang didapat melalui proses
pendidikan dan jenjang tertentu
-
Keberadaan
bidan diakui memiliki organisasi profesi yang bertugas meningkatkan mutu
pelayanan kepada masyarakat,
-
Anggotanya
menerima jasa atas pelayanan yang dilakukan dengan tetap memegang teguh kode
etik profesi.
Perilaku Profesional Bidan
1. Bertindak sesuai keahliannya
2. Mempunyai moral yang tinggi
3. Bersifat jujur
4. Tidak melakukan coba-coba
5. Tidak memberikan janji yang berlebihan
6. Mengembangkan kemitraan
7. Terampil berkomunikasi
8. Mengenal batas kemampuan
9. Mengadvokasi pilihan ibu
2.5 Aspek
Hukum Perdata memiliki 2 bentuk pertanggung jawaban hukum yaitu :
- Wanprestasi, yaitu pertanggungjawaban hukum atas kerugian yang disebabkannya,hasil tidak sesuai
- Perbuatan Melawan Hukum (PMH), yaitu pertanggungjawaban atas kerugian yang disebabkan perbuatanya, sehingga menimbulkan kerugian.baik moril atau materil bagi keluarga ps/ps;
Prinsip
pertanggungjawaban dalam hukum perdata/BW :
- Setiap tindakan yg menimbulkan kerugian atas diri orang lain berarti orang yg melakukanya harus membayar kompensasi kerugian(pasal 1365 BW ).
- Seseorang harus bertanggungjawab tidak hanya karena kerugian yg dilakukanya dengan sengaja , tetapi juga karena kelalaian atau kurang berhati-hati (pasal 366 BW) 3. Seseorang harus memberikan pertanggungjawabaan tidak hanya karena kerugian atas tindakan pelayanannya akan tetapi juga bertanggung jawab atas kelalaian orang lain dibawah pengawasanya.(pasal 1367 KUHPerdata).
- Tuntutan perdata pada dasarnya bertujuan utuk memperoleh kompensasi atas kerugian yg diderita , oleh karena itu sebagai dasar dalam menuntut seorang tenaga kesehatan termasuk bidan dalam menjalankan profesinya adalah adanya wanprestasi atau adanya perbuatan melawan hukum, seperti terurai diatas.
- Dalam aspek hukum, wanprestasi adalah suatu keadaan dimana seseorang tidak memenuhi kewajibanya yang didasarkan adanya perikatan atau perjannjian/kontrak kerja,
2.6 Sanksi
dari timbulnya gugatan adanya Wanprestasi maupun adanya PMH, secara hukum
perdata, dapat kita teliti pasal –pasal berikut ini :
1.
Pasal 1354 KUH Perdata:
“Jika seorang dengan sukarela, dengan tidak mendapat
perintah untuk itu, mewakili urusan orang lain dengan atau tanpa pengetahuan
orang ini, maka ia secara diam-diam mengikat dirinya untuk meneruskan serta
menyelesaikan urusan tersebut, hingga orang yang diwakili kepentinganya dapat
mengerjakan sendiri urusan itu. Ia memikul segala kewajiban yang harus dipikulnya,
seandainya ia kuasakan dengan suatu pemberian kuasa yang dinyatakan dengan
tegas “
Contoh kasus seorang tenaga kesehatan memberikan pertolongan
pernafasan/Resusitasi pada ps, hrs dilakukan sp selesai jangan ditinggal begitu
saja. Atau sampai ps mampu untuk meneruskan atau keluarganya. Jika terjadi
“penanganan “resusitasi ditinggalkan ,maka ia akan dituntut sesuai pasal 1354
KUHPerdata, kepengadilan.
2.
Dalam UU No.8/1999 Tentang
Perlindungan Konsumen,
Sebagai konsumen dalam pelayanan kesehatan, pasien dapat
dikatagorikan sebagai konsumen akhir, karena ps bukan produksi. Keadaan ini telah merubah paradigma, yang mengatakan
pelayanan kesehatan adlah sosial , sekarang beralih kekomersial, dimana setiap
tempat pelayanan kesehatan Rumah Sakit, Klinik, RB, akhirnya pasien harus
mengeluarkan biaya cukup tinggi dalam hak dan kewajiban sebagai seorang pasien.
•
Analog ini tertuang dalam UU
Konsumen No.8/1999:
•
Pasal 19 ayat (1): Pelaku usaha
bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, akibat
mengkonsumsi barang atau/ jasa/ barang/obat yang diperdagangkan.
•
Ganti rugi yg dimaksud dalam ayat
(1) adalah dapat berupa pengembalian uang/barang yang setara nilainya/perawatan
kesehatan yang sesuai dg ketentuan perundang-undangan.
3.
Pemberian ganti rugi dilaksanakan
dalam tenggang waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal transaksi.
·
Pemberian
ganti rugi kepada pasien , tetap dapat memberi peluang jika pasien tidak puas
dengan yang digantikannya, bahkan dapat meningkat dari tuntutan perdata menjadi
tuntutan pidana, seperti tercantum dalam pasal 19 ayat (4).
·
Hal-hal
yang dapat merubah tuntutan:
·
Jika
terbukti dalam pembuktian lebih lanjut mengenai adanya unsur kesalahan.
·
Atau
tuntutan menjadi tidak berlaku, apabila pelaku usaha kesehatan dapat
membuktikan bahwa kesalahan ada pada konsumen atau ps.
PERUNDANG_UNDANGAN KESEHATAN
1. Ilmu Hukum, mencakup dan
membicarakan segala hal yang berhubungan dengan hukum. Demikian luasnya masalah
–masalah yang dicakup oleh ilmu hukum, sehingga banyak pendapat yang mengatakan
bahwa hukum batas-batasnya tidak jelas, yang salah bisa benar, yang benar bisa
salah. Seorang Pakar hukum menyebut ilmu hukum adalah “ Jurisprudence”.
2.
Karena
luasnya Ilmu hukum, maka kita batasi dengan bidang kesehatan, apa-apa yang
menjadi daftar masalah/isu yang berkembang, sehingga ilmu hukum masuk kedalam
bidang kesehatan yang kita pelajari sekarang tentang Hukum Kesehatan/Perundang-undangan
kesehatan.
Daftar Masalah Aspek hukum kesehatan
:
1. Mempelajari asas-asas hukum pokok
2. Mempelajari arti dan fungsi hukum
dalam masyarakat
3. Mempelajari kepentingan apa yang
dapat dilindungi untuk masyarakat oleh peraturan hukum
4. Mempelajari apakah keadilan dimata
hukum umum, bidang sosial, bidang kesehatan
5. Mempelajari bagaimana sesungguhnya
hukum kedudukan hukum itu dalam masyarakat, bagaimana hubungan atas
perikatan/perjanjian yang berkaitan dengan pelaksanaan pelayanan kesehatan.
6. Kepastian hukum, melalui
perundang-undangan yang berlaku, menjadi tujuan dari resiko pelayanan kesehatan
bagi masyarakat.
Tatanan dalam konsep hukum
1. Kalau kita mendengar kata Tatanan ,
yang ada dalam pemahaman kita adalah suatu keadaan dalam masyarakat , yang
dapat menciptakan suasana, hubungan, yang tetap, teratur, antara anggota
masyarakat pada umumnya.
2. Termasuk dalam tatanan masyarakat
adalah :
Kebiasaan, hukum, dan kesusilaan.
Kebiasaan adalah tatanan yang terdiri
dari norma-norma yang dekat sekali dengan kenyataan, yang normal/normatif.
Normatif terkandung arti apa yang harus kita lakukan.
Hukum;
adalah peraturan-peraturan tertulis dan tidak tertulis, yang dibuat oleh lembaga
tertentu, dengan tujuan tercipta ketertiban, keadilan dalam masyarakat. Menurut Fuller ada prinsip legal dari hukum yaitu :
1.
suatu
sistim hukum harus mengandung peraturan-peraturan.
2.
Peraturan-peraturan
yang di buat harus diumumkan
3.
Tidak
boleh ada peraturan yang berlaku surut, oleh karena apabila yg demikian itu
tidak bisa dipakai dgn untuk menjadi pedoman tingkah laku.
4.
Peraturan-peraturan
harus disusun dalam rumusan yang harus mudah dimengerti
5.
Peraturan-peraturan
tidak boleh mengandung peraturan yang bertentangan satu sama lain
6.
Tidak
boleh ada kebiasaan yang sering ingin
mengubah peraturan-peraturan yang berlaku
7.
Harus
ada kecoccokan dariperaturan dg pelaksanaan sehari2.
Kehadiran Hukum, dalam masyarakat dan tenaga kesehatan,
dapat melindungi keApeAntingan denAgan cara mengalokasikan suatu kekuasaan
kepadanya untuk bertindak dlm rangka kepentingan itu. Kekuasaan mengandung arti hak seseorang, penguasaan adalah
hubungan yang nyata antara seseorang dengan sesuatu yang berada dalam
kekeuasaanya, pada keadaan ini ia tidak perlu legitimasi, karena sesuatu ada
pada kekeuasaanya.
Ini berkaitan dengan tingkat kemampuan/kompetensi seorang
tenaga kesehatan, apabila dalam keadaan tertentu seorang bidan meninggalkan
saat pertolongan persalinan kepada asistenya, jika terjadi sesuatu atas
tindakan yang dilakukan asistenya maka, tanggungjawab resiko terdapat pada
bidan tersebut, karena ia meninggalkan waktu pertolongan persalinan padahal
secara legitimasi bahwa kewenangan untuk menolong persalinan tersebut ada pada nya.
Penguasaan kebijikan melekat pada bidan tersebut, sehingga
apapun alasanya tidak menutup kemungkinan bidan akan kena sanksi hukum, yaitu
dengan sengaja melalaikan pekerjaanya.
Hukum Tertulis dan Hukum Tidak
Tertulis.
a. Hukum tertulis lebih dikenal dengan sebutan
Perundang-undangan
b. Hukum tertulis lebih menjadi ciri
dari hukum modern, lebih dapat diterima dalam kehidupan modern masa kini,
dimana kehidupan semakin kompleks, serta masyarakat yang lebih tersusun secara
organisatori, dan hubungan antar manusia yang dinamis dan kompleks ini sudah
tidak bisa lagi mengatur dengan tradisi, kebiasaan, kepercayaan, tahayul, atau
budaya semata.
c. Kelebihan hukum tertulis dibanding
tidak tertulis adalah apa yang diatur dengan mudah dapat diketahui
orang/masyarakat
d. Pengetahuan tentang hukum mulai
meningkat di masyarakat, dengan adanya tulisan/cetakan perundang-undangan mulai
UU Kesehatan, UU konsumen, UU Praktik Kedokteran, UU Politik dsb.
e. Memungkinkan untuk merevisi UU yang
sdh ada dgn yang baru.
f. Hukum sebagai pijakan keadilan dalam
masyarakatMembicarakan hukum adalah membicarakan antar hidup manusia,
membicarakan antar hidup manusia adalah membicarakan keadilan.
g. Sehingga kalau berbicara hukum kita
akan berbicara keadilan
h. Keadilan merupakan salah satu
kebutuhan dalam masyarakat, dalam pembukaan UUD 45 jelas tertuang bahwa
keadilan adalah hak setiap warga negara.
i.
Agar
keadilan dapat seiring dengan keteraturan dan ketaatan dalam dinamika kehidupan
dan seluruh bidang termasuk bidang kesehatan, maka perlu kelengkapan dari
beberapa step berikut yaitu :stabilitas, maka kehadiran hukum sangat dituntut
untuk dapat tercipta keadilan dan stabilitas kehidupan.
Tahap terbentuknya hukum
tertulis: Pembuatan hukum atau pembuatan
Perundang-undangan dilakukan oleh lembaga yang membidangi dan juga pendapat
para ahli serta publik atau masyarakat dapat memberikan saran atau masukan
melalui instansi yang berwenang.
Bahan
Hukum :
Bahan pembuatan hukum dimulai dari gagasan atau ide yang
kemudian diproses lebih lanjut sehingga pada akhirnya benar-benar menjadi bahan
yang siap dipakai untuk dijadikan sanksi hukum.
contoh: gagasan ini muncul dari masyarakat dalam bentuk ada
permasalahan pelayanan kesehatan yang harus diatur oleh hukum, misal masyarakat
menganggap belakangan ini telah ada tindakan-tindakan tenaga kesehatan yang
berakibat merugikan masyarakat.
Ciri-ciri Hukum Modern.
- Mempunyai bentuk tertulis dalam bentuk Perundang-undangan
- Hukum itu berlaku untuk seluruh wilayah negara, meskipun sampai kini masih ada diskriminasi antar penduduk, antar kekuasaan dan antar bangsa
- Hukum adalah sebagai instrumen yang dapat dipakai secara sadar untuk mewujudkan keputusan-keputusan masyarakatnya.
Fungsi Hadirnya Hukum Kebidanan :
a. Adanya kebutuhan tenagakesehatan
akan perlindungan hukum
b. Adanya kebutuhan pasien akan
perlindungan hukum
c. Adanya pihak ketiga akan
perlindungan hukum
d. Adanya kebutuhan dan kebebasan warga
masyarakat untuk menentukan kepentinganya serta identifikasi kewajiban dari
pemerintah
e. Adanya kebutuhan akan keterarahan
f. Adanya kebutuhan tingkat kwalitas
pelayanan kesehatan
g. Adanya kebutuhan akan pengendalian
biaya kesehatan
h. Adanya kebutuhan pengaturan biaya
jasa pelayanan kesehatan dan keahlian
Tujuan adanya Hukum Kebidanan
a. Dapat menyelesaikan sengketa yang
timbul antara tenaga kesehatan terhadap pasien atau keluarga pasien sebagai
pihak ketiga, sebagaimana kita ketahui akhir-akhir ini banyak tuduhan terhadap
para tenakes dalam melaksanakan profesinya, kadang hanya masalah sepele dapat
diangkat kemeja hijau.
b. Dalam situasi seperti ini Hukum
Kesehatan sangat diperlukan, sebagai acuan bagi penyelesaian sengketa yang
terjadi, lebih-lebih kita Negara Indonesia mengaut asas Legalitas, karena
sebagai Negara Hukum
c. Dapat menjaga ketertiban dalam
masyarakat
d. Dapat membantu merekayasa
masyarakat, dalam hal pandangan bahwa sebenarnya tenakes juga adalah manusia
biasa dan meluruskan pandangan serta sikap bagi para tenakes yang kerap merasa
kebal hukum, dan tidak dapat disentuh pengadilan. Jaman ini tidak ada lagi.
PERUNDANG_UNDANGAN YANG MELANDASI
BIDANG KEBIDANAN
a.
Dalam
upaya melaksanakan pelayanan kesehatan/kebidanan, perlu peran dari masyarakat
itu sendiri untuk dapat membantu terciptanya suatu masyarakat yang memiliki
kesadaran akan hukum, berkemauan untuk hidup sehat dan kemampuan untuk dapat
membantu agar terciptanya kondisi masyarakat yang memiliki derajat kesehatan
yang optimal, sejahtera.
b.
Pemerintah
dalam hal ini lebih berperan untuk memusatkan perhatian , pengawasan, , upaya
pembinaan, , serta pengaturan, agar tercipta pemerataan pelayanan kesehatan
serta tercipta suatu kondisi yang serasi, seimbang , adil, harmonis antara
sesama pelayan kesehatan, sehingga tidak ragu dalam melaksanakan profesi karena
akan terlindung dari sanksi hukum.
AZAS-AZAS UU KEBIDANAN NOMOR.23
TAHUN 1992
Azaz perikemanusiaan yang berdasarkan Ketuhanan Yang Maha
Esa, dimana dalam melaksanakan kegiatan kita tidak membeda-bedakan golongan,
kepentingan, agama dan bangsa
1. Azas manfaat, harus dapat memberikan
manfaat yang sebenarnya sesuai dengan tujuan kita menolong adalah ikhtiar,
tidak untuk menipu atau menggandakan tujuan bagi masyarakat
2. Azaz usaha bersama dan kekeluargaan
3. Azas adil dan merata
4. Azas perikemenusiaan dalam
keseimbangan
5. Azas kepercayaan dan kemempuan diri
sendiri, menguatkan potensi diri maupun potensi nasional.
Syarat syah Pelayanan Kesehatan,
sesuai UU. No 23 Tentang Kesehatan :
Setiap
orang yang meminta pertolongan pada umunya berada dalam posisi ketergantungan,
artinya ada tujuan tertentu.
-
Misal
jika sakit datang ke tenakes
-
Melakukan
tuntutan hukum datang ke Advokat
-
Membuat
wasiat/surat tanah datang kenotaris
-
Setiap
orang yang meminta pertolongan pada seorang profesi kesehatan, bersifat
rahasia, termasuk hubungan antara pasien dengan tenakesnya
-
Setiap
orang yg menjalani profesi kesehatan bersifat rahasia,, bebas, dan otonomi
profesi.
-
Sifat
pekerjaan kesehatan bukan harga mati, tapi berupa ikhtiar, harus melalukan yang
terbaik, sesuai kompetensi, dapat dipertanggungjawabkan baik secara hukum
kesehatan.
LANDASAN HUKUM KEBIDANAN
a. Dari sudut pandang hukum perdata,
hubungan antara health care provider
dan health care receiver , merupakan hubungan perikatan /kontraktual,
diantara kedua belah pihak, sehingga dari masing-masing pihak akan muncul
antara hak dan kewajiban.
b. Health care provider, wajib
memberikan prestasinya dalam bentuk layanan medik yang layak berdasarkan
keilmuan yang telah teruji.Dalam rangka memberikan pelayanan kesehatan wajib
memperhatikan hak-hak lain dari pasien, baik yang timbul dari
perundang-undangan yang berlaku maupun dari kebiasaan dan kepatutan.
Pasal 1 ayat (3) UU Kesehatan No.23/92, tenaga kesehatan
adalah setiap orang yang mengabdikan dirinya dalam bidang kesehatan serta
memiliki pengetahuan atau ketrampilan melalui pendidikan yang untuk
Bidang tertentu memerlukan kewenangan untuk
melakukan pelayanan kesehatan.
Yang
termasuk Tenakes sesuai UU 23/92 dan PP 32/96 adalah :
a. Tenaga medis, tenaga keperawatan,
tenaga kefarmasian, tenaga kesehatan masyarakat, tenaga gizi, tenaga terapi
fisik, tenaga teknis medis.
b. Pasal 53 UU 23/92, tentang hak-hak
pasien, diantaranya adalah hak atas informasi dan hak untuk mendapatkan
persetujuan tindakan medik yang akan dilakukan terhadapnya, persetujuan
selanjutnya di sebut Informent concern.
c. Jika tindakan medik tanpa
persetujuan, termasuk pelanggaran hukum, berikutnya dapat digugat bahkan sampai
pengadilan.
d. Pasal 1239 KUHPerdata, jika
seseorang tidak dapat melakukan dan tidak dapat memenuhi kewajibanya yang
didasari adanya perjanjian (perikatan antara tenakes dengan pasien, dan
perikatan ini terikat dengan asas iktiar ), jika tidak terpenuhi ini dianggap
tindakan wanprestasi( ingkar janji) dan ini termasuk perbuatan melawan hukum
(PMH), apabila kemudian menimbulkan kerugian baik materl maupun moril
selanjutnya dapat digugat sebagai tindakan malpraktek.
e. Pasal 1365 ayat (1) KUHP tiap
perbuatan melawan hukum yang membawa kerugian, maka wajib bertanggung jawab
mengganti kerugian/timbulnya gugutan.
f. Ayat (3), begitu pula jika kerugian
pasien yang dilakukan oleh tenakes dibawah pengawasanya, perawat, asisten bidan
, bidan, dalam hal ini tenakes yang memiliki kewenangan kompetensi yang
bertanggung jawab.
Syarat
syah suatu Kesepakatan/Perjanjian hukum :
Pasal 1320 KUHPerdata menyatakan bahwa suatu perjanjian
adalah jika terpenuhi hal –hal berikut ini :
-
Adanya
kesepakatan
-
Adanya
kecakapan, dewasa, tidak gila, tdk dalam pengampuan(anak-anak), wanita dalam
keadaan inpartu.
Legal, artinya yang tidak bertentangan dengan UU dan hukum,
dengan ketertiban umum, dengan publik/masyarakat, dan tidak bertentangan dengan
norma kesusilaan yag berlaku di masyarakat.
Jika tidak sesuai dengan kreteria di atas apalagi dengan
norma-norma, maka akan mengarah kepada penyimpangan prilaku, ada perbuatan yang
tidak sesuai, tidak menyenangkan, Undang-undang Nomor 13.Tahun 2003 Tentang
Ketenagakerjaan,
Pasal 81 ayat(1) , masa haid bagi wanita tidak wajib
bekerja pada hari pertama dan kedua.
ayat
(2), pelaksanaan diatur dengan
perjanjian
Pasal 82 ayat(1). Buruh wanita berhak dapat cuti 1,5
bulan sebelum melahirkan dan 1,5 bulan sesudah melahirkan.
ayat (2) , yang mengalami keguguran berhak
mendapat cuti 1,5 bulan atau sesuai dengan surat sakit dari dokter.
Pasal 84 , setiap pekerja berhak mendapatkan
upah/gaji yang sesuai atau dengan kesepakatan,
KESEHATAN ( HEALTH )
a.
Menurut
Organisasi Kesehatan Dunia ( WHO ), dulu batasan tentang keadaan sehat hanya
mencakup kondisi tidak sakit, tetapi sekarang telah mencakup beberapa aspek.
b.
Menurut
UU Nomor 23/1992, ada 4 aspek yang termasuk kedalam kesehatan yaitu :
-
Fisik
-
Mental
-
Sosial
* Ekonomi.
c.
Kesehatan
Menurut Teori BLUM ( 1974 ), bahwa kesehatan sangat dipengaruhi oleh beberapa
faktor yaitu :
-
Lingkungan,
lingkungan fisik, sosial, budaya, politik, ekonomi
-
Perilaku,
Pelayanan kesehatan dan keturunan/genetik.
HAK DAN KEWAJIBAN PROFESI
a.
Setiap
undang-undang selalu mengatur hak dan ewajiban, baik pemerintah maupun warga
masyarakatnya, demikian dalam UU 23/92 tentang kesehatan.
b.
Hak
dan kewajiban berdasarkan pasal 4 dan 5 UU kesehatan mengatakan bahwa: setiap
orang mempunyai hak yg sama dalam memperoleh derajat kesehatan yg optimal, setiap
orang berkewajiban ikut serta dalam pemeliharaan kes perorang, keluarga juga
masyarakat.
ASPEK
HUKUM DAN KETERKAITANNYA DG PRAKTEK BIDAN
a.
Praktek bidan selain bertujuan menjalani profesi
sebagai bidan, namun senantiasa wajib merahasiakan keadaan penyakit klien yang
ditangani, bukan saja sebagai kewajiban moral akan tetapi melekat sebagai
kewajiban hukum.
b. Perlu
diketahui dan diingat bahwa klien yang datang ke praktek bidan , itu karena ia
sangat membutuhkan pertolongan, siapapun keadaan klien kita tidak boleh
meremehkan dan lupa akan norma kesusilaan yang berlaku pada saat tersebut di
masyarakat, atas dasar tersebut norma susila yang telah ada lebih dikuatkan
dengan undang-undang, yang mana apabila apa yang telah dilakukan bidan diduga
ada kesalahan atau mengakibatkan cacat , maka terkena sanksi hukum baik perdata
maupun pidana.
c. Di
Indonesia telah dikeluarkan mengenai Peraturan Pemerintah, dan Undang-undang
Kesehatan.
d. Pasal 53
UU Kesehatan 1992, beserta penjelasanya menyatakan dengan tegas bahwa rahasia
pasien merupakan hak yang perlu dihormati, selain sanksi moral tentunya ada
sanksi hukum yang dapat diterapkan jika bidan melanggar ketentuan yang berlaku.
e. Sanksi pidana
pada pasal 322 KUHP, berbunyi :
f. “Barang
siapa dengan sengaja membuka rahasia yang ia wajib menyimpanya oleh karena
jabatan atau pekerjaanya, baik sekarang maupun dulu, dihukum dg hukuman penjara
selama-selamanya 6 bulan atau denda 600 jt rupiah”
SELAIN
BIDAN , TENAKES LAIN YG HARUS MERAHASIAKAN PS :
- Semua tenaga kesehatan
- Semua mahasiswa pendidikan kesehatan
- Orang-orang yang ditetapkan oleh peraturan Menteri Kesehatan, misalnya tata usaha pegawai laboratorium yang mengurus/pegawai rekam medik.
Bidan tidak terkena sanksi hukum dalam pembocoran
kerahasiaan , jika pasien telah memberi ijin kepada bidan , apabila suatu
keadaan ada yang bertanya tentang keadaanya.
Bukan merupakan informed concern, manakala bidan diluar
ruang praktek sedang membicarakan akibat pemerkosaan,abortus.
HAK-
HAK KLIEN, PERSETUJUAN UNTUK BIDAN BERTINDAK
a. Perlu
diketehui bahwa pasien/klien mempunyai hak untuk menyampaikan persetujuan/
informed concern, terhadap setiap tindakan yang akan dilakukan oleh bidan.
b.
Secara hukum hak persetujuan tersebut, tertuang pada
penjabaran dari hak asasi manusia, dan dijamin oleh undang-undang kesehatan no.
23/92.
c. Akan
tetapi dalam keadaan gawat darurat atau kritis, seorang yang berpacu dengan
nyawa, seorang tenaga kesehatan tidak ada waktu untuk menjelaskan kepada
keluarga klien, maka dibenarkan untuk melakukan sesuatu demi keselaman yang
mendasar dari klien tersebut.
KONTRASEPSI
a. Setiap
tindakan medik, termasuk kontrasepsi, memerlukan persetujuan dalam
pelasanaanya.
b. Sebaiknya
sebelum bidan menawarkan kontrasepsi kepada klien, dimintakan dulu persetujuan
dari suami klien , kecuali untuk kontrasepsi yang tidak menetap/reversible
seperti :
c. Pil,
suntik, tissue, kondom, implant/susuk kontraseosi ini diperbolehkan tidak ada
persetujuan dari suami.
d. Sedangkan
kontrasepsi yang tetap/irreversible, seperti IUD, Steril, MOP, harus ada
persetujuan kedua belah pihak.
e. Ingat
selain persetujuan pasien, juga informasi yang benar, termasuk informasi lain
yang memungkinkan harus menjadi bagian wajib bidan kepada klien.
TANGGUNG
JAWAB DAN TANGGUNG GUGAT BIDAN DALAM PRAKTEK
a.
Kurang kehati-hatian atau kesalahan dalam
melaksanakan tindakan medik yang terjadi, menunjukan adanya perilaku tenaga
kesahatan yang tidak sesuai dengan standar profesi yang telah di atur dalam
perundang-undangan.
b.
Kesalahan tersebut diatas dapat dianggap sebagai
PMH( perbuatan melawan hukum ), dan ini yang dapat dijadikan bahan gugatan oleh
keluarga klien atau pihak lain.
c.
Syarat adanya dugaan kesalahan tindakan apabila :
-
Ada kerugian
-
Ada sebab akibat dari apa yang dilaksanakan
-
Masih dalam hubungan perikatan antara bidan dan
klien tsb.
TANGGUNG
GUGAT
a.
Dalam pasal 1367 ayat(3) KUHPerdata, seorang tenaga
kesehatan harus memberikan pertanggung jawaban tidak hanya atas kerugian ang ditimbulkan
dari tindakan diri sendiri , akan tetapi juga apabila terjadi kesalahan yang
dilakukan oleh bawahannya, atau perawat, bidan yang diberi delegasi,
melakukanya, sementara ia masih dibawah pengawasanya, dan apabila keadaan
tersebut dijadikan suatu gugatan maka selain bidan/tenaga kesehatan yang
pertama melakukan tindakan, kemudian ada perawat yang juga melakukan perawatan,
ini akan terkena sanksi hukum tangung renteng, tanggung gugat.
b.
Begitu juga apabila bidan mempunyai Klinik Bersalin,
dimana sebagai penanggung jawab adalah seorang dokter kandungan, akan tetapi ia
tidak sebagai dokter tetap,
STANDAR
PRAKTEK BIDAN
a.
Pengertian profesi memiliki arti sebagai ukuran, dan
untuk profesi medik , bidan, dan profesi lain diluar medik misal, advokat,
guru, jurnalis, hakim dan jaksa juga memiliki status profesi, akan tetapi dalam
hal profesi medik, didalam pekerjaanya senantiasa bersinggungan dengan
nyawa/jiwa manusia, sehingga diperlukan kehati-hatian yang tinggi , dan
bersifat mandiri, meskipun memiliki kemandiririan tetap , teliti, penuh
kehati-hatian dan harus ingat perundang-undangan, yang kini sebagai payung
hukum tenaga kesehatan adalah hukum kesehatan.
b.
Pasal 53 ayat(2) UU No.23/92 Tentang Kesehatan,
menjelaskan bahwa standar profesi adalah pedoman yang harus dipergunakan
sebagai petunjuk dalam menjalankan profesinya dengan baik dan benar.
PERATURAN
PERUNDANG_UNDANGAN YG MELANDASI PRAKTIK BIDAN
a.
Peraturan perundang-undangan yang melandasi bidan,
berupa hubungan “keterikatan” antara klien dan bidan, secara hukum kesehatan
keterikatan adalah mengabdung pengertian hak dan kewajiban.
b.
Tindakan bidan adalah sebagai subjek hukum, jika
dilakukan berkaitan dengan profesi bidan, apabila bukan menyandang profesi
bidan maka tidak termasuk perikatan secara hukum.
c.
Perundang-undangan sbg landasan praktik bidan :
Kep. MenKes
No.43/MenKes/SK/X/1983 tentang KODEKI, memuat segala sesuatu tanggung jawab
terhadap ketentuan profesi. UU.No.23 /1992 Tentang Kesehatan dan UUPK No.29/2004 Tentang Praktik
Kedokteran, memuat ketentuan perdata dan pidana.
PERMENKES
TENTANG REGISTRASI
a. Seperti
tercantum dalam UU. No 23/92 Tentang Kesehatan dan adanya UUPK No29/2004
Tentang Praktik Kedokteran, ini menjadi bagian tanggung jawab tenaga kesehatan,
dan adalah kewajiban Bidan untuk melaksanakan nya antara lain:
1.
Mengikuti pendidikan dan pelatihan, ini tercantum
dalam pasal 28 ayat (1) dan pasal 52 e, yang diselenggarakan oleh organisasi
profesi dan lembaga lain yang terakreditasi.
2.
Kewajiban mengurus STR dan SIB ( Surat izin Bidan ), dengan mengisi formulir
permohonan , diajukan ke kepala dinas kesehatan kesehatan provinsi untuk
diterbitkannya SIB.
SYARAT-SYARAT
REGISTRASI
a. Memiliki
ijasah
b. Mempunyai
surat pernyataan telah mengucapkan sumpah/janji
c. Memiliki
surat keterangan fisik sehat dan mental sehat
d. Memiliki
sertifikat kompetensi ( surat ini dikeluarkan oleh kolegium yang bersangkutan )
e. Membuat
pernyataan akan memenuhi dan melaksanakan ketentuan etika profesi
Masa
berlaku surat tanda Registrasi adalah maksimal 5 tahun dan kemudian di ulanh
tiap 5 tahun berikut, pada saat membuat registrasi ulang , seorang bidan harus
menyertakan surat sehat jasmani dan mental ( surat keterangan tsb harus
ditandatangi oleh dokter yang memiliki SIP ).
SURAT
IZIN PRAKTIK BIDAN
a. Merupakan
bukti tertulis yang wajib dimiliki oleh setiap tenaga kesehatan yang berprofesi
b. yang
berhak mengeluarkan adalah pejabat yang berwenang di Provinsi dimana seseai
tempat praktik bidan (SIPB )
c. Praktik
bidan juga telah diatur dalam Keputusan Menteri Kesehatan
No.900/MenKes/SK/VII/2002, yang merupakan revisi dari Permenkes
No.572/MenKes/per/VI/1996.
Dan dapat dikaji dalam melaksanakan praktik bidan
sesuai :
-
KepMenkes 900/MenKes/SK/VII/2002 tentang
registrasi praktik bidan standar pelayanan kebidanan
-
UU Kesehatan 23/92
-
PP 32/1996 Tentang otonomi Daerah, UU 13/2003
Ketenagakerjaan
-
UU Aborsi, Adopsi, bayi tabung dan transplantasi.
Sebaliknya
bagi bidan lulus pendidikan dan merencanakan menjadi pegawai tetap baik negeri
atau swasta, wajib mengurus STR, SIPB dan berkewajiban meningkatkan keilmuan
dan/atau ketrampilanya melalui pendidikan formal dan pelatihan.
BENTUK
PELAYANAN PRAKTIK BIDAN
1. Pelayanan
kebidanan , terhadap ibu dan anak
Pelayanan
ibu: pada masa pranikah, prahamil,masa kehamilan, masa nifas, masa menyusui
dapat eksklusif sampai 6 bulan.
2. Untuk
anak, masa baru lahir, masa bayi, masa balita dan masa prasekolah.
Pasal 17,
dalam praktik bidan, perlu diwaspai apabila dalam keadaan pelayanan kadang
klien ingin langsung dengan pengobatan, akan tetapi sebagai tenaga kesehatan
profesional, sebaiknya pemberian obat-obatan dapat diberikan oleh yang memiliki
kewenangan ( dalam hal penulisan resep, maupun pemberian obat, ada tenaga
medis/dokter/dokter spesialis, ) kecuali diwilayah tersebut tidak ada dokter.
PEMBINAAN
DAN PENGAWASAN
a.
Organisasi profesi bidan, menetapkan kepada seluruh
anggotanya untuk mengumpulkan angka kredit selama pelayanan kebidanan, yang
dikumpulkan melalui pendidikan, kegiatan ilmiah, pengabdian kepada masyarakat.
b.
Organisasi profesi berkewajiban membibing dan
mendorong para anggotanya untuk dapat mencapai jumlah anggka kredit yang telah
ditentukan.( selama praktek bidan wajib mentaati aturan perundang-undangan yg
berlaku ).
c.
Pimpinan sarana kesehatan wajib elaporkan bidan
yang praktek maupun sudah tidak praktek kepada dinas kesehatan kabupaten/kota
dengan surat tembusan kepada ketua organisasi profesi setempat.
SANKSI
HUKUM BAGI BIDAN
a. Sanksi
Hukum Perdata :
-
Berupa Wanprestasi ( pasal 1239 KUHP ), jika
melakukan :
-
Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukan
-
Terlambat melakukan apa yang dijanjikan
-
Melaksanakan apa yang dijanjikan tetapi tidak
sesuai hasil yang dijanjikan, melakukan sesuatu yang sebenarnya tidak boleh
dilakukan oleh bidan misal melakukan tindakan curretge pada kasus abortus (
kewenangan mutlak ada pada dokter spesialis ).
b. Contoh
kasus atas gugatan wanprestasi :
Pada
papan nama bidan, mencantumkan praktik dari jam 17 wib-19 wib, akan tetapi
setiap datang bidan tersebut jam 18 wib, ini pelanggaran krn tidak sesuai dg
apa yg dijanjikan.
Sanksi
hukum Pidana atas PMH
1.
Bentuk Perbuatan Melawan Hukum oleh bidan adalah :
Akibat asuhan
kebidanan yang dilakukan menimbulkan cacat tubuh, luka berat, adanya kerugian
materi yang berlebih, timbul rasa sakit yang terus menerus, sampai tidak dapat
melakukan aktfitas klien sebagai ibu rt atau tidak dapat bekerja, merusak
kepercayaan dan keagamaan , bahkan sampai klien meninggal dunia.
2.
Dalam buku KUHPidana , pasal 183,184, hakim harus
memiliki alat bukti yang syah dari gugatan pidana dengan syarat bahwa alat
bukti tersebut terpenuhi : adanya keterangan saksi, keterangan ahli, surat yg
dibuat menurut ketentuan perundang-undangan oleh pejabat, untuk pembuktian dari
suatu keadaan, adanya petunjuk sesuai kebijakan hakim, keterangan terdakwa
dapat menerangkan akan Rekam medik ( sebagai alat bukti di persidangan ).
KETENTUAN
PERALIHAN
1.
Dengan telah terbitnya ketentuan Registrasi dan
Surat izin Bidan , diatur melalui Keputusan MenKes Nomor.900/MenKes/SK/VII/2002,
maka Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 572/MenKes/VI/1996, tentang registrasi
dan praktek bidan sudah tidak berlaku lagi.
2. Surat
Izin Bidan dan Surat Izin Praktik Bidan berlaku selama 5 tahun dan apabila
telah habis masa berlakunya dapat diperbaharui sesuai ketentuan yang berlaku.
3.
Pengambilan tindakan atas sanksi
hukum terhadap bidan yang diduga telah melakukan kesalahan ,baik suatu
wanprestasi, maupun perbuatan melawan hukum, dapat teguran
lisan, tertulis, denda, maupun penjara sesuai ketentuan perundangan yg berlaku.
KOMITE
PENGAWASAN,PIMBINAAN KODE ETIK MEDIK
a. SULITNYA
MEMBUKTIKAN ADANYA DUGAAN MALPRAKTIK:
Didalamnya
melaksanakan pelayanan kesehatan, mulai diagnostik, anamnestik,analitik sampai
melakukan tindakan tertentu kepada klien, harus melakukannya secara “LEGE
ARTIS”.
Tindakan
harus mengacu kepada prosedur operasional, yang telah ditetapkan oleh ikatan
profesinya. Niat seorang medik menolong klien ,adalah dengan itikad baik, namun
hasilnya terkadang tidak sesuai dengan persetujuan, bahkan bisa terjadi cacat,
sampai meningal dunia. Oleh pihak lain ini serin dianggap adanya dugaan
malpraktik,
padahal tenakes juga manusia. Dugaan dpt
dibuktikan dg pengaduan keaparat hukum.
ADA
DUA TANGGUNG JAWAB HUKUM TERHADAP DUGAAN MALPRAKTIK
1.
Tanggung jawab terhadap ketentuan-ketentuan
profesional yaitu : KODEKI, pengawasan dan pembinaan dilakukan oleh MPKETM
(Majelis Pengawasan Kode Etik Tenaga Medik )
2.
Tanggung jawab hukum terhadap ketentuan-ketentuan
hukum yg berlaku di Indonesia, melalui bidang hukum Administrasi,
Perdata,Pidana. Termasuk tanggung jawab lain diluar hukum.
KUHP, pasal 359 .360, mengatakan unsur yg
menyebabkan cacat,mati:
a. Adanya
kelalaian
b. Adanya
wujud perbuatan
c. Adanya
luka berat,cacat
d. Adanya
hubungan kausal antara kelalaian dg wujud perbt sp terjadi kematian
orang/klien.
TIGA
PRINSIP UMUM DLM MELAKUKAN PROFESI TENAKES:
a.
Kewenangan, ( Registrasi, SIB.SIPB)
b.
Kemampuan Rata-rata (Bidan yang baru lulus beda dengan
senior)
c. Ketelitian
yang umum (berkaitan dg knowledge, skill,profesional attitude/prilaku baik).
Dalam rangka terselenggaranya
praktik medik yang sesuai dg peraturan, maka perlu pengawasan dilakukan oleh
organisasi profesi keehatan,pembinaan dilakukan oleh Konsil pusat bekerja sama
dengan organisasi profesi di tempat bertugas.
MAJELIS
KEHORMATAN DISIPLIN PROFESI
a. Merupakan
lembaga otonom dari KKI ( Konsil Kedokteran Indonesia).
b. Bersifat
independen
c. Majelis
kehormatan tingkat kab/kota dibentuk oleh KKI pusat &Prov
d. Keanggotaan
majelis kehormatan tdd: satu orang ketua, satu orang wakil ketua, satu orang
sekretaris, keanggotaan harus ada dokter, dokter gigi, profesi kesehatan lain,
dan sarjana hukum kesehatan, sarjana hukum (diusakan 3 orang tiap disiplin)
e.
Syarat menjadi anggota MKDP: warga negara
ina,sehat,berkelakuan baik,usia minimal 40 tahun maksimal 65 thn, pengalaman
dibidangnya 10 tahun, memiliki STR, tidak cacat hukum, dedikasi tinggi, jujur,
dan baik.
f. Masa
bakti 5 thn dan dapat diangkat 1 kali pemilihan MKDP.
KETUA
MKDP dapat menerima Aduan:
a. Syarat
pengaduan dugaan malpraktik harus memuat :
Identitas
pengadu/penggugat, nama dan alamat praktik tergugat,dan waktu kejadian,alasan
pengaduan, Gugatan dapat juga dikirimkan ke polisi, untuk menempuh jalur pengadilan
dan ada proses hukum baik perdata, pidana.
b. Pengaduan
ke MKDP dapat dilanjutkan kepada organisasi profesi, untuk menjatuhkan
keputusan :
Dapat dinyatakan
tidak bersalah atau ada kesalahn etik sehingga terkena sanksi Disiplin:
peringatan tertulis, pencabutan SIPB, wajib mengikuti pendidikan .
FUNGSI
MKDP :
·
Meningkatkan mutu pelayanan kesehatan
·
Melindungi masyarakat atas tindakan medik
·
Memberikan kepastian hu
BAB III
PENUTUP
3.1.Kesimpulan
Bidan adalah seorang yang telah menjalani program pendidikan
bidan yang diakui oleh negara tempat ia tinggal, dan telah berhasil
menyelesaikan studi terkait serta memenuhi persyaratan untuk terdaftar dan atau
memiliki izin formal untuk praktek bidan.Sebagai anggota profesi, bidan
mempunyai ciri khas yangkhusus. Sebagai pelayan profesional yang merupakan
bagian integral dari pelayanan kesehatan.
Kebidanan sebagai profesi merupakan komponen yang paling
penting dalam meningkatkan kesehatan perempuan.
3.2.Saran
Agar pemerintah terus berupaya mendukung profesi bidan
dengan cara meningkatkan kwalitas SDM bidan melalui penyediaan fasilitas
pendidikan bagi bidan.
Bagi organisasi diharapkan agar terus berupaya mengembangkan
pelayanan dan pengetahuan bagi semua bidan secara adil dan merata.
Bidan sebagai tenaga profesional diharapkan dapat
berpartisipasi secara aktif dalam organisasi dan mampu melaksanakan tugas dan
kewajibannya sesuai dengan etika profesi
Dari ciri-ciri tsb dapat disimpulkan pelayanan kesehatan
memberikan pelayanan, dengan sifat ikhtiar, pasien/klien dengan penuh
kepercayaan dan keyakinan, pasrah akan penderitaanya. Dan itu adalah syarat
mutlak untuk memperoleh hasil yang terbaik. Jujur profesi medis penuh dengan
resiko, dalam berikhtiar dapat timbul kelalaian/kesalahan menimbulkan cacat,
kerugian, bahkan kematian. Resiko ini oleh orang-orang/pihak-pihak lain diartikan sebagai kesalahan profesi dan tudingan
adl: MALPRAKTIK.
DAFTAR PUSTAKA
Bidan Menyongsong Masa Depan, PP
IBI. Jakarta.
Behrman. Kliegman. Arvin. (2000).
Ilmu Kesehatan Anak (Nelson Textbook of Pediatrics). EGC. Jakarta.
Depkes RI, (2006) Modul Manajemen
Terpadu Balita Sakit, Direktorat Bina Kesehatan Anak, Direktorat Bina Kesehatan
Masyarakat, Jakarta.
Depkes RI. (2006). Pedoman Pemantauan
Wilayah Setempat Kesehatan Ibu dan Anak (PWS-KIA). Direktorat Bina Kesehatan
Anak, Direktorat Bina Kesehatan Masyarakat, Jakarta.
Depkes RI. (2006). Manajemen BBLR
untuk Bidan. Depkes. Jakarta.
Depkes RI. (2003). Buku Kesehatan
Ibu dan Anak. Jakarta.
Depkes RI. (2002). Standar Profesi
Kebidanan. Jakarta.
Depkes RI. (2002). Standar Pelayanan
Kebidanan. Jakarta.
Depkes RI. (2002). Kompetensi Bidan
Indonesia. Jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar