BAB 1
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Hipertensi
dikenal secara luas sebagai penyakit kardiovaskular. Diperkirakan telah
menyebabkan 4.5% dari beban penyakit secara global, dan prevalensinya hampir
sama besar di negara berkembang maupun di negara maju.1 Hipertensi merupakan
salah satu faktor risiko utama gangguan jantung. Selain mengakibatkan gagal
jantung, hipertensi dapat berakibat terjadinya gagal ginjal maupun penyakit
serebrovaskular. Pada kebanyakan kasus, hipertensi terdeteksi saat pemeriksaan
fisik karena alasan penyakit tertentu,
sehingga sering disebut sebagai “ silent killer”. Tanpa disadari penderita mengalami komplikasi pada organ-organ vital
seperti jantung, otak ataupun ginjal. Di Amerika, menurut National Health and
Nutrition Examination Survey (NHNES III); paling sedikit 30% pasien hipertensi
tidak menyadari kondisi mereka, dan hanya 31% pasien yang diobati mencapai
target tekanan darah yang diinginkan dibawah 140/90 mmHg. Di Indonesia, dengan
tingkat kesadaran akan kesehatan yang lebih rendah, jumlah pasien yang tidak
menyadari bahwa dirinya menderita hipertensi dan yang tidak mematuhi minum obat
kemungkinan lebih besar.
Obat-obatan
yang banyak dikonsumsi masyarakat merupakan obat-obatan kimia yang secara
berkala harus selalu dikonsumsi sehingga menimbulkan ketergantungan pada obat
tersebut. Oleh sebab itu, perlu diadakan terapi yang memberikan solusi tepat
tanpa membebani masyarakat untuk senantiasa bergantung pada obat. Terapi
tersebut adalah terapi herbal yang menyeluruh. Dalam hal ini, untuk penyakit
hipertensi dibutuhkan herba Rosella (Hibiscus sabdarifa Linn.) sebagai salah
satu tanaman obat yang dapat digunakan untuk mengatasi penyakit hipertensi.
1.2. Rumusan Masalah
Hipertensi
didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana tekanan sistoliknya di
atas 140 mmHg dan tekanan diastoliknya di atas 90 mmHg. Penderita hipertensi
pada umunya berusia 20 tahun ke atas.
Faktor-faktor
yang memengaruhi hipertensi yaitu jenis kelamin, usia, obesitas, merokok,
stress, dan riwayat keluarga. Faktor-faktor tersebut memberikan kecenderungan
bahwa semua orang dapat dimungkinkan menderita penyakit hipertensi. Pengobatan medis yang dilakukan oleh para
penderita menganjurkan mereka untuk mengkonsumsi obat-obatan yang berbahan
dasar yang diharapkan mampu menarik minat penderita hipertensi untuk
mengkonsumsinya. Hal ini dimaksudkan
untuk meminimalisasi efek samping dari penggunaan obat-obatan yang berbahan
dasar kimia
1.3. Tujuan
Adapun
yang menjadi tujuan penulisan karya tulis ilmiah ini adalah untuk memberikan
gambaran terkait penyakit hipertensi dan memberikan solusi dengan terapi herbal
yaitu menggunakan Teh Rosella.
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1.Konsep Penyakit
1.
Pengertian Hipertensi
Definisi atau pengertian hipertensi banyak
dikemukakan oleh para ahli. WHO mengemukakan bahwa hipertensi terjadi bila
tekanan darah diatas 160/95 mmhg, sementara itu Smelttzer & Bare (2002:896)
mengemukakan bahwa hipertensi merupakan tekanan darah persisten atau terus
menerus sehingga melebihi batas normal dimana tekanan sistolik diatas 140 mmhg
dan tekanan diastole diatas 90 mmhg. Pendapat yang sama juga diutarakan oleh
doenges (2000:42). Pendapat senada juga disampaikan oleh TIM POKJA RS Harapan
Kita, Jakarta (1993:199) dan Prof. Dr. dr. Budhi Setianto (Depkes, 2007), yang
menyatakan bahwa hipertensi adalah kenaikan tekanan darah sistolik lebih dari
150 mmHg dan tekanan diastolik lebih dari 90 mmHg.
Terdapat perbedaan tentang batasan tentang
hipertensi seperti diajukan oleh kaplan (1990:205) yaitu pria, usia kurang dari
45 tahun, dikatakan hipertensi bila tekanan darah waktu berbaring diatas atau
sama dengan 130/90mmhg, sedangkan pada usia lebih dari 45 tahun dikatakan
hipertensi bila tekanan darah diatas 145/95 mmhg. Sedangkan pada wanita tekanan
darah diatas sama dengan 160/95 mmhg. Hal yang berbeda diungkapkan TIM POKJA RS
Harapan Kita (1993:198) pada usia dibawah 40 tahun dikatakan sistolik lebih
dari 140 mmhg dan untuk usia antara 60-70 tahun tekanan darah sistolik 150-155
mmHg masih dianggap normal. Hipertensi pada usia lanjut didefinisikan sebagai
tekanan sistolik lebih besar dari 140 mmHg dan atau tekanan diastolik lebih
besar dari 90 mmHg ditemukan dua kali atau lebih pada dua atau lebih
pemeriksaan yang berbeda. (JNC VI, 1997).
Untuk usia kurang dari 18 tahun dikatakan hipertensi
bila dua kali kunjungan yang berbeda waktu didapatkan tekanan darah diastolik
90 mmHg atau lebih, atau apabila tekanan darah sistolik pada beberapa
pengukuran didapatkan nilai yang menetap diatas 140mmHg (R. P. Sidabutar dan
Waguno P, 1990).
Berdasarkan pengertian – pengertian tersebut dapat
disimpulkan bahwa hipertensi merupakan kenaikan tekanan darah dimana tekanan
sistolik lebih dari 140 mmhg dan atau diastolik lebih dari 90 mmhg.
2.
Klasifikasi hipertensi
Klasifikasi hipertensi juga banyak diungkapkan oleh
para ahli, diantaranya WHO menetapkan klasifikasi hipertensi menjadi tiga
tingkat yaitu tingkat I tekanan darah meningkat tanpa gejala-gejala dari
gangguan atau kerusakan sistem kardiovaskuler. Tingkat II tekanan darah dengan
gejala hipertrofi kardiovaskuler, tetapi tanpa adanya gejala-gejala kerusakan
atau gangguan dari alat atau organ lain. Tingkat III tekanan darah meningkat
dengan gejala – gejala yang jelas dari kerusakan dan gangguan faal dari target
organ. Sedangkan JVC VII, Klasifikasi hipertensi adalah :
Kategori Tekanan sistolik (mmHg) Tekanan Diastolik
(mmHg)
Normal < sbp =” Sistole” pressure =” DBP”>= 160 dan DBP >= 100. mm Hg.)
Sedangkan menurut TIM POKJA RS Harapan Kita, Jakarta, membagi hipertensi 6 tingkat yaitu hipertensi perbatasan (borderline) yaitu tekanan darah diastolik, normal kadang 90-100mmHg. Hipertensi ringan, tekanan darah diastolik 90-140mmHg. Hipertensi sedang, tekanan darah diastolik 105-114 mmHg. Hipertensi berat tekanan darah diastolik >115mmHg. Hipertensi maligna/ krisis yaitu tekanan darah diastolik lebih dari 120 mmHg yang disertai gangguan fungsi target organ. Hipertensi sistolik yaitu tekanan darah sistolik lebih dari 160 mmHg.
Pada hipertensi krisis dibagi lagi menjadi 2, menurut melalui TIM POKJA RS Harapan Kita (2003:63) yaitu: hipertensi emergensi akut, membahayakan jiwa, hal ini terjadi karena disfungsi atau kerusakan organ target. Yang kedua adalah hipertensi urgensi yaitu hipertensi berat tanpa ada gangguan organ target akan tetapi tekanan darah perlu diturunkan dengan segera atau secara bertahap dalam waktu 24-48 jam, sebab penurunan tekanan darah dengan cepat akan menimbulkan efek ischemik pada organ target.
Normal < sbp =” Sistole” pressure =” DBP”>= 160 dan DBP >= 100. mm Hg.)
Sedangkan menurut TIM POKJA RS Harapan Kita, Jakarta, membagi hipertensi 6 tingkat yaitu hipertensi perbatasan (borderline) yaitu tekanan darah diastolik, normal kadang 90-100mmHg. Hipertensi ringan, tekanan darah diastolik 90-140mmHg. Hipertensi sedang, tekanan darah diastolik 105-114 mmHg. Hipertensi berat tekanan darah diastolik >115mmHg. Hipertensi maligna/ krisis yaitu tekanan darah diastolik lebih dari 120 mmHg yang disertai gangguan fungsi target organ. Hipertensi sistolik yaitu tekanan darah sistolik lebih dari 160 mmHg.
Pada hipertensi krisis dibagi lagi menjadi 2, menurut melalui TIM POKJA RS Harapan Kita (2003:63) yaitu: hipertensi emergensi akut, membahayakan jiwa, hal ini terjadi karena disfungsi atau kerusakan organ target. Yang kedua adalah hipertensi urgensi yaitu hipertensi berat tanpa ada gangguan organ target akan tetapi tekanan darah perlu diturunkan dengan segera atau secara bertahap dalam waktu 24-48 jam, sebab penurunan tekanan darah dengan cepat akan menimbulkan efek ischemik pada organ target.
3.
Etiologi
Penyebab terjadinya hipertensi adalah terdiri dari
berbagai faktor, diantaranya Reeves& lockhart(2001:114) mengemukakan bahwa
Faktor-faktor resiko yang dapat menyebabkan hipertensi adalah stress,
kegemukan, merokok, hipernatriumia). Sedang Long (1995:660), TIM POKJA RS
Harapan Kita (2003:63) dan Yayasan jantung Indonesia (2007) menambahkan bahwa
Penyebab hipertensi dapat dibedakan menurut jenis hipertensi yaitu hipertensi
primer (essensial) merupakan tekenan darah tinggi yang disebabkan karena
retensi air dan garam yang tidak normal, sensitifitas terhadap angiotensin,
obesitas, hiperkolesteroemia, emosi yang tergannggu /stress dan merokok.
Sedangkan hipertensi sekunder merupakan tekanan darah tinggi yang disebabkan
karena penyakit kelenjar adrenal, penyakit ginjal, toxemia gravidarum,
peningkatan tekanan intra cranial, yang disebabkan tumor otak, dan pengaruh
obat tertentu missal obat kontrasepsi.
Dari uraian pernyataan diatas dapat disimpulkan
bahwa penyebab hipertensi beragam diantaranya adalah: stress, kegemukan,
merokok, hipernatriumia, retensi air dan garam yang tidak normal, sensitifitas
terhadap angiotensin, obesitas, hiperkolesteroemia, penyakit kelenjar adrenal,
penyakit ginjal, toxemia gravidarum, peningkatan tekanan intra cranial, yang
disebabkan tumor otak, pengaruh obat tertentu missal obat kontrasepsi, asupan
garam yang tinggi, kurang olah raga, genetik, Obesitas, Aterosklerosis,
kelainan ginjal, tetapi sebagian besar tidak diketahui penyebabnya.
4.
Patofisiologi
Menurut Smeltzer & Bare (2002:898) mengatakan
bahwa Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah
terletak di pusat vasomotor pada medulla oblongata di otak dimana dari
vasomotor ini mulai saraf simpatik yang berlanjut ke bawah korda spinalis dan
keluar dari kolomna medulla ke ganglia simpatis di torax dan abdomen,
rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah
melalui system syaraf simpatis.
Pada titik ganglion ini neuron prebanglion
melepaskan asetilkolin yang merangsang serabut saraf paska ganglion ke pembuluh
darah, dimana dengan melepaskannya nere frineprine mengakibatkan konskriksi
pembuluh darah.
Factor seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap rangsang vasokonstriktif yang menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah akibat aliran darah yang ke ginjal menjadi berkurang /menurun dan berakibat diproduksinya rennin, rennin akan merangsang pembentukan angiotensai I yang kemudian diubah menjadi angiotensis II yang merupakan vasokonstriktoryang kuat yang merangsang sekresi aldosteron oleh cortex adrenaldimana hormone aldosteron ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal dan menyebabkan peningkatan volume cairan intra vaskuler yang menyebabkan hipertensi.
Factor seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap rangsang vasokonstriktif yang menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah akibat aliran darah yang ke ginjal menjadi berkurang /menurun dan berakibat diproduksinya rennin, rennin akan merangsang pembentukan angiotensai I yang kemudian diubah menjadi angiotensis II yang merupakan vasokonstriktoryang kuat yang merangsang sekresi aldosteron oleh cortex adrenaldimana hormone aldosteron ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal dan menyebabkan peningkatan volume cairan intra vaskuler yang menyebabkan hipertensi.
TIM POKJA RS Harapan Kita (2003:63) menyebutkan
patofisiologis hipertensi adalah: pada hipertensi primer perubahan patologisnya
tidak jela didalam tubuh dan organ-organ. Terjadi secara perlahan yang meluas
dan mengambil tempat pada pembuluh darah besar dan pembuluh darah kecil pada
organ – organ seperti jantung, ginjal dan pembuluh darah otak. Pembuluh seperti
aorta, arteri koroner, arteri basiler yang ke otak dan pembuluh darah perifer
di ekstremitas menjadi sklerotik dan membengkak. Lumen-lumen menjepit, aliran
darah ke jantung menurun, bergitu juga ke otak dan ekstremitas bawah bisa juga
terjadi kerusakan pembuluh darah besar.
5.
Manifestasi Klinik
Menurut TIM POKJA RS Harapan Kita (2003:64)
mengemukakan bahwa manifestasi klinik yang sering tidak tampak. Pada beberapa
pasien mengeluh sakit kepala, pusing, lemas, sesak nafas, kelelahan, kesadaran
menurun, mual, gelisah, muntah, kelemahan otot,epitaksis bahkan ada yang
mengalami perubahan mental.
Sedangkan menurut FKUI (1990:210) dan Dr. Budhi Setianto (Depkes, 2007) hipertensi esensial kadang tampa gejala dan baru timbul gejala setelah terjadi komplikasi pada organ target seperti pada ginjal, mata, otak dan jantung. Namun terdapat pasien yang mengalami gejala dengan sakit kepala, epitaksis.
Sedangkan menurut FKUI (1990:210) dan Dr. Budhi Setianto (Depkes, 2007) hipertensi esensial kadang tampa gejala dan baru timbul gejala setelah terjadi komplikasi pada organ target seperti pada ginjal, mata, otak dan jantung. Namun terdapat pasien yang mengalami gejala dengan sakit kepala, epitaksis.
6.
Penatalaksanaan
Terdapat 2 cara penanggulangan hipertensi menurut
FKUI (1990: 214-219) yaitu dengan non farmakologis dan dengan farmakologis.
Cara non farmakologis dengan menurunkan berat badan pada penderita yang gemuk,
diet rendah garam dan rendah lemak, mengubah kebiasaan hidup, olah raga secara
teratur dan kontrol tekanan darah secara teraut. Sedangkan dengan cara
farmakologis yaitu dengan cara memberikan obat-obatan anti hipertensi seperti
diuretik seperti HCT, Higroton, Lasix. Beta bloker seperti propanolol. Alfa bloker
seperti phentolamin, prozazine, nitroprusside captapril. Simphatolitic seperti
hidralazine, diazoxine. Antagonis kalsium seperti nefedipine (adalat).
Pengobatan hipertensi harus dilandasi oleh beberapa prinsip menurut FKUI (1990) yaitu pengobatan hipertensi sekunder harus lebih mendahulukan pengobatan kausal, pengobatan hipertensi esensial ditujukan untuk menurunkan tekanan darah dengan harapan memperpanjang umur dan mengurangi timbulnya komplikasi, upaya menurunkan tekanan darah dicapai dengan menggunakan obat anti hipertensi, pengobatan hipertensi adalah pengobatan jangka panjang bahkan mungkin seumur hidup, pengobatan dengan menggunakan standard triple therapy (STT) menjadi dasar pengobatan hipertensi.
Pengobatan hipertensi harus dilandasi oleh beberapa prinsip menurut FKUI (1990) yaitu pengobatan hipertensi sekunder harus lebih mendahulukan pengobatan kausal, pengobatan hipertensi esensial ditujukan untuk menurunkan tekanan darah dengan harapan memperpanjang umur dan mengurangi timbulnya komplikasi, upaya menurunkan tekanan darah dicapai dengan menggunakan obat anti hipertensi, pengobatan hipertensi adalah pengobatan jangka panjang bahkan mungkin seumur hidup, pengobatan dengan menggunakan standard triple therapy (STT) menjadi dasar pengobatan hipertensi.
Tujuan pengobatan dari hipertensi adalah menurunkan
angka morbiditas sehingga upaya dalam menemukan obat anti hipertensi yang
memenuhi harapan terus dikembangkan.
7.
Komplikasi
Adapun komplikasi yang dapat terjadi pada penyakit
hipertensi menurut TIM POKJA RS Harapan Kita (2003:64) dan Dr. Budhi Setianto
(Depkes, 2007) adalah diantaranya : penyakit pembuluh darah otak seperti
stroke, perdarahan otak, transient ischemic attack (TIA). Penyakit jantung
seperti gagal jantung, angina pectoris, infark miocard acut (IMA). Penyakit
ginjal seperti gagal ginjal. Penyakit mata seperti perdarahan retina, penebalan
retina, oedema pupil.
8.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang menurut FKUI (2003:64) dan
Dosen Fakultas kedokteran USU, Abdul Madjid (2004), meliputi pemeriksaan
laboratorium rutin yang dilakukan sebelum memulai terapi bertujuan menentukan
adanya kerusakan organ dan factor resiko lain atau mencari penyebab hipertensi.
Biasanya diperiksa urin analisa, darah perifer lengkap, kimia darah (kalium,
natrium, kreatinin, gula darah puasa, kolesterol total, HDL, LDL dan
pemeriksaan EKG. sebagai tambahan dapat dilakukan pemerisaan lain, seperti
klirens kreatinin, protein, asam urat, TSH dan ekordiografi.
Pemeriksaan diagnostik meliputi BUN /creatinin
(fungsi ginjal), glucose (DM) kalium serum (meningkat menunjukkan aldosteron
yang meningkat), kalsium serum (peningkatan dapat menyebabkan hipertensi:
kolesterol dan tri gliserit (indikasi pencetus hipertensi), pemeriksaan tiroid
(menyebabkan vasokonstrisi), urinanalisa protein, gula (menunjukkan disfungsi
ginjal), asam urat (factor penyebab hipertensi) EKG (pembesaran jantung,
gangguan konduksi), IVP (dapat mengidentifikasi hipertensi.
9.
Pengkajian Fokus
Menurut Doenges, (2004:41-42) dan mengemukakan bahwa
pengkajian pasien hipertensi meliputi:
a.
Aktifitas &
istirahat meliputi kelemahan, keletihan, nafas pendek, frekwensi jantung
meningkat, perubahan irama jantung,
b.
Sirkulasi
meliputi adanya riwayat hipertensi, penyakit jantung coroner,
episodepalpitasi, kenaikan tekanan darah, tekhicardi, kadang bunyi jantung terdengar S2 pada dasar ,S3dan S4.
episodepalpitasi, kenaikan tekanan darah, tekhicardi, kadang bunyi jantung terdengar S2 pada dasar ,S3dan S4.
c.
Integritas ego
meliputi cemas, depresi, euphoria, mudah marah, otot muka tegang, gelisah,
pernafasan menghela, peningkatan pola bicara.
d.
Eliminasi
meliputi Riwayat penyakit ginjal
e.
Makanan /cairan
meliputi makanan yang disukai terutama yang mengandung tinggi garam, linggi
lemak, dan kolesterol, mual, muntah, perubahan berat badan, riwayat penggunaan
obat diuritik, adanya edema.
f.
Neurosensori
meliputi keluhan kepala pusing, berdenyut , sakit kepala sub oksipital,
kelemahan pada salah satu sisi tubuh, gangguan penglihatan (diplopia, pandangan
kabur), epitaksis.
g.
Nyeri /ketidak
nyamanan meliputi nyeri hilang timbul pada tungkai,sakit kepala sub oksipital
berat, nyeri abdomen, nyeri dada.
h.
Pernafasan
meliputi sesak nafas sehabis aktifitas, batuk dengan atau tanpa sputum, riwayat
merokok, penggunaan obat Bantu pernafasan, bunyi nafas tambahan , sianosis
i.
Keamanan
meliputi gangguan cara berjalan, parestesia, hipotensi postural.
j.
Pembalajaran/penyuluhan
dengan adanya factor- factor resiko keluarga yaitu arteriosclerosis, penyakit
jantung, DM, penyakit ginjal.
10.
Diagnosa keperawatan (Doengoes, 2004)
a.
Penurunan curah
jantung berhubungan dengan peningkatan afterload/ vasokonstriksi/ iskemi
miokard/ hipertrophi ventrikel
b.
Ketidakmampuan
melakukan aktifitas berhubungan dengan kelemahan menyeluruh/ suplai dan
kebutuhan oksigen tidak seimbang
c.
Gangguan rasa
nyaman sakit kepala berhubungan dengan kenaikan terkanan pada pembuluh darah
cerebral
d.
Gangguan nutrisi
lebih dari kebutuhan berhubungan dengan intake makanan berlebihan/ gaya hidup
sedentary
e.
Koping pasien
tidak efektif berhubungan dengan krisis situasional/ maturitas/ perubahan hidup
yang multiple/ kurang relaksasi/ tidak melakukan olah raga/ nutrisi krisis
buruk/ harapan tidak tidak terpenuhi/ beban kerja berlebihan/ persepsi tidak
realistis/ metode koping tidak adekuat.
2.2.Konsep Keluarga
1.
Pegertian
Keluarga
Banyak ahli menguraikan pengertian tentang keluarga.
Terdapat pengertian yang berbeda dalam hal mendefinisikan tentang keluarga. UU.
No. 10 tahun 1992 mendefinisikan keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat
yang terdiri dari suami-istri, atau suami-istri dan anaknya, atau ayah dan
anaknya, atau ibu dan anaknya. Pakar konseling dari yogyakarta, Sayekti (1994)
mendefinisikan keluarga adalah suatu ikatan/ persekutuan hidup atas dasar
perkawinan antar orang dewasa yang berlainan jenis yang hidup bersama atau
seorang laki-laki atau perempuan yang sudah sendirian dengan atau tanpa anak,
baik anaknya sendiri atau adopsi yang tinggal dalam sebuah rumah tangga.
Dep.Kes. RI (1988) mendefinisikan keluarga adalah
unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga beserta
beberapa orang anggotanya yang terkumpul dan tinggal dalam satu tempat karena
pertalian darah, ikatan perkawinan, atau adopsi yang satu sama lainnya saling
tergantung dan beriteraksi. Friedman (1998) mendefinisikan keluarga adalah
kumpulan dua orang atau lebih yang hidup bersama dengan keterikatan aturan dan
emosional dan individu mempunyai peran masing-masing yang merupakan bagian dari
keluarga. Bailon dan Maglaya (1989) mendefiniskan keluarga adalah dua atau
lebih dari dua individu yang tergabung karena hubungan darah, hubungan
perkawinan atau pengangkatan dan mereka hidup dalam suatu rumah tangga,
berinteraksi satu sama lain dan di dalam peranannya masing- masing dan
menciptakan serta mempertahankan suatu kebudayaan. Effendy (2005), Keluarga
adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga dan
beberapa orang yang berkumpul dan tinggal di suatu tempat di bawah suatu atap
dalam keadaan saling ketergantungan.
Pengertian yang disampaikan para ahli terdapat
beberapa persamaan antara lain antara Sayekti (1994), Dep. Kesehatan. RI
(1988), Bailon dan Maglaya (1989) dan Effendi (2005) yaitu keluarga tergabung
karena adanya hubungan perkawinan. namun terdapat perbedaan pandangan yaitu
pandangan dari Friedman (1998) yang tidak menyebutkan secara spesifik adanya
hubungan perkawinan dalam rumah tangga, hanya menyebutkan adanya keterikatan
aturan dan emosional, tetapi pada prinsipnya sama yaitu adanya perkumpulan dua
orang atau lebih yang hidup bersama, adanya aturan didalamnya, dan adanya
interaksi antar anggota keluarga.
Dari beberapa pengertian tentang keluarga tersebut
di atas maka dapat disimpulkan bahwa keluarga adalah :
1)
Terdiri dari dua
atau lebih individu yang diikat oleh hubungan darah, perkawinan atau adopsi.
2)
Anggota keluarga
biasanya hidup bersama atau jika terpisah mereka tetap memperhatikan satu sama
lain.
3)
Anggota keluarga
berinteraksi satu sama lain dan masing-masing mempunyai peran social
a.
Tujuan dasar
keluarga
Bergabungnya dua orang atau lebih yang membentuk
keluarga, mempunyai suatu tujuan. Menurut Friedman (1998) tujuan utama keluarga
adalah sebagai perantara yaitu menanggung semua harapan dan kewajiban-kewajiban
masyarakat serta membentuk dan mengubah sampai taraf tertentu hingga dapat
memenuhi kebutuhan dan kepentingan setiap individu dalam keluarga.
b.
Struktur
keluarga
Struktur keluarga menurut Effendy (1998:33) terdiri
dari bermacam-macam, diantaranya: patrilineal, matrilineal, matrilokal,
patrilokal dan keluarga kawinan.
Patrilineal adalah keluarga sedarah yang terdiri
dari sanak saudara sedarah dalam beberapa generasi, dimana hubungan itu disusun
melalui jalur garis ayah, sedangkan matrilineal adalah sama dengan patrilineal
hanya hubungan disusun berdasarkan garis ibu. Matrilokal merupakan sepasang
suami-istri yang tinggal dengan keluarga sedarah istri berbeda dengan
patrilokal merupakan kebalikan dari matrilokal yang tinggal dengan keluarga
sedarah suami. Sedangkan keluarga kawinan adalah hubungan suami istri sebagai
dasar bagi pembinaan keluarga dan beberapa sanak saudara yang menjadi bagian
keluarga karena adanya hubungan dengan suami atau istri.
c.
Ciri – ciri
struktur keluarga
Struktur keluarga mempunyai ciri-ciri khusus,
menurut Effendy (1998:33) yang mengutip dari Anderson Carter, ciri-ciri
struktur keluarga adalah: terorganisasi dimana antar anggota keluarga saling
ketergantungan antara anggota keluarga. Kedua, ada keterbatasan yaitu setiap
anggota memiliki kebebasan tetapi mereka juga mempunyai keterbatasan dalam
menjalankan fungsi dan tugasnya masing-masing. Kektiga. Ada perbedaan dan
kekhususan yaitu setiap anggota keluarga mempunyai peranan dan fungsinya
masing-masing.
d.
Type-type
keluarga :
Tipe atau bentuk keluarga berbeda menurut pandangan
dan keilmuan serta orang yang mengelompokkannya. Menurut Suprajitno, SKp
(2004:2), tipe keluarga dibagi menjadi 2 kelompok yaitu : 1. kelompok
tradisional, 2. Kelompok non tradisional.
Kelompok tradisional dibagi menjadi 2 yaitu :
Keluarga inti (Nuclear Family) yaitu keluarga yang hanya terdiri dari ayah, ibu
dan anak yang diperoleh dari keturunannya atau diadopsi atau keduanya. dan
keluarga besar (Extendeed Family) yaitu keluarga inti ditambah anggota keluarga
lain yang masih mempunyai hubungan darah (kakek-nenek, paman-bibi).
Sedangkan kelompok kedua (Non Traditional) yaitu
kelompok tradisional dengan perkembangannya ditambah dengan kelompok lain
yaitu: keluarga bentukan kembali (Dyadic Family) yaitu keluarga baru yang
terbentuk dari pasangan yang telah bercerai atau kehilangan pasangannya, orang
tua tunggal (Single Parent Family) yaitu keluarga yang terdiri dari salah satu
orang tua dengan anak-anaknya akibat perceraian atau ditinggal pasangannya, ibu
dengan anak tanpa perkawinan yang sah (The unmarried teenage mother), orang
dewasa laki-laki atau perempuan yang tinggal sendiri tanpa pernah menikah (The
single adult living alone), keluarga dengan anak tanpa pernikahan sebelumnya
(The non marital heterosecual cohabiting family) dan keluarga yang dibentuk
oleh pasangan yang berjenis kelamin sama (gay and lesbian family).
Terdapat perbedaan dengan teori lain seperti yang
disampaikan oleh Effendy (1998:33) yang membagi tipe keluarga menjadi 6 tipe/
bentuk keluarga, yaitu: Keluarga inti (Nuclear family) yaitu keluarga yang
terdiri dari ayah, ibu, dan anak-anak. Keluarga besar (Exstended family) yaitu
keluarga inti ditambah dengan sanak saudara, misalnya nenek, kakek, keponakan,
saudara sepupu, paman, bibi dan sebagainya.
Berbeda dengan keluarga berantai (Serial family)
yaitu keluarga yang terdiri dari wanita dan pria yang menikah lebih dari satu
kali dan merupakan satu keluarga inti. Keluarga duda/janda (single family)
yaitu keluarga yang terjadi karena perceraian atau kematian, jika suami
meninggal maka yang ada adalah keluarga janda dan bila istri meninggal maka
yang terbentuk adalah keluarga duda, bila bentuk keluarga yang terjadi kerena
perceraian maka akan terbentuk dua keluarga yaitu keluarga duda dan keluarga
janda. Keluarga berkomposisi (Composite) yaitu keluarga yang perkawinannya
berpoligami dan hidup secara bersama, poligami yaitu satu orang pria dengan
lebih dari satu istri dan masih hidup bersama. Keluarga kabitas (Cahabitation)
yaitu dua orang menjadi satu tanpa pernikahan tetapi membentuk suatu keluarga.
e.
Tahap dan tugas
perkembangan keluarga
Setiap keluarga mempunyai tahap perkembangan dan
tugas perkembangan sendiri dan mempuyai ciri yang berbeda dengan yang lain.
Terdapat beberapa teori tentang tahap dan tugas perkembangan keluarga, yaitu:
menurut Carter dan McGoldrick (1989), tahap perkembangan terdiri dari :
keluarga antara masa bebas (pacaran) dewasa muda, terbentuknya keluarga baru
melalui suatu perkawinan, keluarga yang memiliki anak usia muda (anak usia bayi
sampai sekolah), keluarga yang memiliki anak dewasa, keluarga yang mulai
melepaskan anaknya untuk keluar rumah, keluarga lansia.
Sedangkan menurut Duvall (1989), tahap perkembangan
keluarga dibagi dalam 8 tahap perkembangan yaitu: keluarga baru menikah,
keluarga dengan anak baru lahir (usia anak tertua sampai 30 tahun), keluarga
dengan anak prasekolah (usia anak tertua 2 ½ tahun -5 tahun), keluarga dengan
anak usia sekolah (usia anak tertua 6-12 tahun), keluarga mulai melepaskan anak
sebagia dewasa (anak-anaknya mulai meninggalkan rumah), keluarga yang hanya
terdiri dari orang tua saja/ keluarga usia pertengahan (semua anak meninggalkan
rumah), keluarga lansia.
Tahap perkembangan keluarga baru menikah, tahap ini
dimulai dari pernikahan yang dilanjutkan dalam membentuk rumah tangga. Dalam
tahap ini keluarga mempunyai tugas perkembangan yaitu membina hubungan intim
yang memuaskan pasangannya, membina hubungan dengan keluarga lain, teman dan
keluarga sosial.
Tahap perkembangan yang kedua, keluarga keluarga dengan
anak baru lahir. Yaitu ditandai dengan kelahiran anak pertama sampai dengan 30
bulan. Tugas perkembangan keluarga ini adalah mempersiapkan menjadi orang tua,
adaptasi dengan perubahan adanya anggota keluarga, interaksi keluarga, hubungan
seksual dan kegiatan, mempertahankan hubungan dalam rangka memuaskan
pasangannya.
Tahap perkembangan selanjutnya adalah keluarga
dengan anak usia pra sekolah. Pada tahap ini mempunyai tugas perkembangan
memenuhi kebutuhan anggota keluarga, misal kebutuhan tempat tinggal, privasi
dan rasa aman, membantu anak untuk bersosialisasi, beradaptasi dengan anak yang
beru lahir, sementara kebutuhan anak yang lain yang lebih tua juga harus
terpenuhi, mempertahankan hubungan yang sehat baik didalam maupun diluar
keluarga, pembagian waktu untuk individu, pasangan dan anak, pembagian tanggung
jawab anggota keluarga, merencanakan kegiatan dan waktu untuk menstimulasi
pertumbuhan dan perkembangan anak.
Tahap perkembangan yang keempat adalah keluarga
dengan anak usia sekolah. Tugas perkembangan pada tahap ini adalah membantu
sosialisasi anak terhadap lingkungan luar rumah, sekolah dan lingkungan lebih
luas ( yang tidak diperoleh dari sekolah atau masyarakat ), tugas yang lain
adalah mempunyai keintiman pasangan, memenuhi kebutuhan yang meningkat termasuk
biaya kehidupan dan kesehatan anggota keluarga.
Tahap perkembangan selanjutnya adalah keluarga
dengan anak remaja. Tugas perkembangan pada tahap ini adalah memberikan
kebebasan yang seimbang dan bertanggung jawab mengingat anak remaja adalah
sorang dewasa muda dan mulai memiliki otonomi, mempertahankan hubungan intim
dalam keluarga, mempertahankan komunikasi terbuka antara anak dan orang tua,
mempersiapkan perubahan sistem peran dan peraturan (anggota) keluarga untuk
memenuhi kebutuhan tumbuh kembang anggota keluarga.
Tahap perkembangan yang keenam adalah keluarga mulai
melepaskan anak sebagai dewasa. Tugas dalam tahap ini adalah memperluas
jaringan keluarga dari keluarga inti menjelaskan keluarga besar, mempertahankan
keintiman pasangan, membantu anak untuk mandiri sebagai keluarga baru di
masyarakat, penataan kembali peran orang tua dan kegiatan dirumah.
Tahap perkembangan selanjutnya adalah keluarga
dengan usia pertengahan. Pada tahap ini mempunyai tugas perkembangan
mempertahankan kesehatan individu dan pasangan usia pertengahan, mempertahankan
hubungan yang serasi dan memuaskan dengan anak-anaknya dan sebaya, meningkatkan
keakraban pasangan.
Tahap perkembangan yang terakhir atau yang kedelapan
adalah keluarga usia tua. Tugas pada perkembangan ini adalah mempertahankan
suasana kehidupan rumah tangga yang saling menyenangkan pasangan, adaptasi
dengan perubahan yang akan terjadi, kehilangan pasangan, kekuatan fisik dan
penghasilan keluarga, mempertahankan keakraban pasangan dan saling merawat dan
melak life review masa lalu.
f.
Pemegang
kekuasaan dalam keluarga
Pemegang kekuasaan dalam tiap keluarga berbeda dalam
mengatur kehidupan dalam keluarga. Effendy (1998:34) membagi pemegang kekuasaan
dalam rumah tangga atau keluarga dengan tiga jenis yaitu keluarga patriakal,
yang dominan dan memegang kekuasaan dalam keluarga adalah pihak ayah. Sementara
pada keluarga matriakal pihak ibu lebih dominan dan sebagai pemegang kekuasaan.
Dan yang ketiga adalah equalitarian yaitu keluarga yang dalam keluarga ayah dan
ibu sama-sama memegang kekuasaan.
g.
Peran Keluarga
Peranan keluarga menggambarkan seperangkat perilaku
interpersonal, sifat, kegiatan yang berhubungan dengan individu dalam posisi
dan situasi tertentu. Effendy (1998: 34) membagi peranan keluarga dalam tiga
peranan yaitu peranan ayah, peranan ibu dan juga peranan anak. Peranan ayah
adalah sebagai suami dari istri dan ayah dari anak-anak, berperan sebagai
pencari nafkah, pendidik, pelindung dan pemberi rasa aman, sebagai kepala
keluarga, sebagai anggota dari kelompok sosialnya serta sebagai anggota
masyarakat dari lingkungan.
Peranan ibu adalah sebagai istri dari suami dan ibu dari anak-anaknya, ibu mempunyai peranan untuk mengurus rumah tangga, sebagai pengasuh dan pendidik anak-anaknya, pelindung dan sebagai salah satu kelompok dari peranan sosialnya serta sebagai anggota masyarakat dari lingkungannya, di samping itu juga ibu dapat berperan sebagai pencari nafkah tambahan dalam keluarga, Apabila dalam keluarga sudah mempunyai anak, maka selain ada peranan ayan, peranan ibu, juga ada peranan anak. Sedangkan Peranan anak adalah melaksanakan peranan psiko-sosial sesuai dengan tingkat perkembangannya baik fisik, mental, sosial dan spriritual.
Peranan ibu adalah sebagai istri dari suami dan ibu dari anak-anaknya, ibu mempunyai peranan untuk mengurus rumah tangga, sebagai pengasuh dan pendidik anak-anaknya, pelindung dan sebagai salah satu kelompok dari peranan sosialnya serta sebagai anggota masyarakat dari lingkungannya, di samping itu juga ibu dapat berperan sebagai pencari nafkah tambahan dalam keluarga, Apabila dalam keluarga sudah mempunyai anak, maka selain ada peranan ayan, peranan ibu, juga ada peranan anak. Sedangkan Peranan anak adalah melaksanakan peranan psiko-sosial sesuai dengan tingkat perkembangannya baik fisik, mental, sosial dan spriritual.
h.
Fungsi keluarga
Terbentuknya keluarga mempunyai berbagai fungsi dalam
menunjang kehidupan dalam Keluarganya. Beberapa ahli mempunyai perbedaan dalam
menyebutkan fungsi dalam keluarga.
Friedman ( 1998:13 ) mengidentifikasikan lima fungsi
dasar keluarga, yaitu: Fungsi afektif. Fungsi afektif berhubungan erat dengan
fungsi internal keluarga, yang merupakan basis kekuatan keluarga. Fungsi
afektif berguna untuk pemenuhan kebutuhan psikososial. Keberhasilan
melaksanakan fungsi afektif tampak pada kebahagiaan dan kegembiraan dari
seluruh anggota keluarga. Tiap anggota keluarga saling mempertahankan iklim
yang positif. Komponen yang perlu dipenuhi oleh keluarga dalam melaksanakan
fungsi afektif adalah; saling mengasuh, cinta kasih, kehangatan, saling
menrima, saling mendukung, saling menghargai, dan ikatan antar anggota keluarga
dikembangkan melalui proses identifikasi dan penyesuaian pada berbagai aspek
kehidupan anggota keluarga.
Dari aspek fungsi afektif dapat disimpulkan bahwa fungsi afek merupakan sumber energi yang menentukan kebahagiaan keluarga. Keretakan keluarga, kenakalan anak atau masalah keluarga timbul karena fungsi afektif yang tidak terpenuhi.
Fungsi sosialisasi. Sosialisasi adalah proses perkembangan dan perubahan yang dilalui individu, yang menghasilkan interaksi social dan belajar berperan dalam lingkungan social (Friedman, 1998:13). Keberhasilan perkembangan individu dan keluarga dicapai melalui interaksi atau hubungan antar anggota keluarga yang diwujudkan dalam sosialisasi.
Dari aspek fungsi afektif dapat disimpulkan bahwa fungsi afek merupakan sumber energi yang menentukan kebahagiaan keluarga. Keretakan keluarga, kenakalan anak atau masalah keluarga timbul karena fungsi afektif yang tidak terpenuhi.
Fungsi sosialisasi. Sosialisasi adalah proses perkembangan dan perubahan yang dilalui individu, yang menghasilkan interaksi social dan belajar berperan dalam lingkungan social (Friedman, 1998:13). Keberhasilan perkembangan individu dan keluarga dicapai melalui interaksi atau hubungan antar anggota keluarga yang diwujudkan dalam sosialisasi.
Fungsi Reproduksi. Keluarga berfungsi untuk
meneruskan kelangsungan keturunan dan menambah sumber daya manusia. Dengan
adanya program keluarga berencana maka fugsi ini sedikit terkontrol.
Fungsi Ekonomi. Fungsi ekonomi merupakan fungsi keluarga untuk memenuhi kebutuhan seluruh anggota keluarga, seperti kebutuhan akan makan, pakaian, dan tempat untuk berlindung (rumah).
Fungsi Ekonomi. Fungsi ekonomi merupakan fungsi keluarga untuk memenuhi kebutuhan seluruh anggota keluarga, seperti kebutuhan akan makan, pakaian, dan tempat untuk berlindung (rumah).
Fungsi Perawatan Kesehatan. Keluarga juga berfungsi
untuk melaksanakan praktek asuhan kesehatan yaitu untuk mencegah terjadinya
gangguan kesehatan dan atau merawat anggota keluarga yang sakit. Kemampuan
keluarga dalam memberikan asuhan kesehatan mempengaruhai status kesehatan
keluarga. Keluarga yang dapat melaksanakan tugas kesehatan berarti sanggup
menyelesaikan masalah kesehatan keluarga.
Berdasarkan fungsi perawatan keluarga inilah yang
kemudian dikembangkan menjadi tugas keluarga dibidang kesehatan. Adapun tugas
kesehatan keluarga (Friedman, 1998) adalah; mengenal masalah kesehatan, membuat
keputusan tindakan kesehatan yang tepat, memberi perawatan pada anggota
keluarga yang sakit, mempertahankan atau menciptakan suasana rumah yang sehat
dan mempertahankan hubungan dengan (menggunakan ) fasilitas kesehatan
masyarakat.
Fungsi keluarga menurut ahli yang lain yaitu Effendy
(1998:35), membagi fungsi keluarga menjadi fungsi biologis, fungsi psikologis,
fungsi sosialisasi, fungsi ekonomi dan fungsi pendidikan. Fungsi biologis
keluarga adalah untuk meneruskan keturunan, memelihara dan membesarkan anak.
Memenuhi kebutuhan gizi keluarga dan memelihara serta merawat anggota keluarga
juga merupakan fungsi biologis yang dapat dijalankan keluarga (Effendy,
1998:35).
Fungsi psikologis yang dapat dijalankan keluarga
adalah memberikan kasih sayang dan rasa aman, memberikan perhatian di antara
anggota keluarga, membina pendewasaan kepribadian anggota keluarga serta
memberikan identitas keluarga. Adapun fungsi sosialisasi keluarga yaitu membina
sosial pada anak, membentuk norma-norma tingkah laku sesuai dengan tingkat
perkembangan anak dan yang krusial adalah menaruh nilai-nilai budaya keluarga
(Effendy, 1998:35).
Keluarga juga mempunyai fungsi ekonomi yaitu mencari
sumber-sumber penghasilan untuk memenuhi kebutuhan keluarga dan pengaturan
penggunaan penghasilan keluarga untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Kebutuhan
keluarga tidak hanya sesaat, tetapi terus berlanjut sehingga keluarga perlu
dapat mengatur ekonomi keluarga sehingga dapat menunjang kehidupan baik
sekarang maupun yang akan datang. Untuk mempersiapkan kebutuhan yang akan
datang, keluarga dapat menabung yang berguna untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan
keluarga di masa yang akan datang, misalnya pendidikan anak-anak, jaminan hari
tua dan sebagainya (Effendy, 1998:35).
Memasuki taraf anak sekolah dan dewasa, keluarga
mempunyai fungsi pendidikan. Dalam hal ini fungsi keluarga adalah menyekolahkan
anak untuk memberikan pengetahuan, ketrampilan dan membentuk perilaku anak
sesuai dengan bakat dan minat yang dimiliki dan berguna untuk mempersiapkan
anak dalam memenuhi peranannya sebagai orang dewasa. Keluarga juga melaksanaan
fungsi pendidikan baik di rumah maupun diluar rumah dengan cara mendidik anak
sesuai dengan tingkat-tingkat perkembangannya (Effendy, 1998:35).
Dari berbagai fungsi di atas, Effendy (1998:36)
menyebutkan tiga fungsi pokok keluarga terhadap anggotanya yaitu asih, asuh dan
asah. Asih adalah memberikan kasih sayang, perhatian, rasa aman, kehangatan
kepada anggota keluarga sehingga memungkinkan mereka tumbuh dan berkembang
sesuai usia dan kebutuhannya.
Asuh adalah memenuhi kebutuhan pemeliharaan dan
perawatan anak agar kesehatannya selalu terpelihara, sehingga diharapkan
menjadikan mereka anak-anak yang sehat baik fisik, mental, sosial dan
spiritual. Sedangkan asah adalah memenuhi kebutuhan pendidikan anak, sehingga
siap menjadi manusia dewasa yang mandiri dalam mempersiapkan masa depannya,
misalnya dengan menyekolahkan anak-anak (Effendy, 1998:36).
Indonesia dalam fungsi keluarga membagi menjadi
delapan (UU No. 10. tahun 1992 jo PP No.21 tahun 1994:14) yaitu: fungsi
keagamaan. Keluarga berfungsi dalam membina, menerjemahkan, memberi contoh
konkret dalam kehidupan sehari-hari, melengkapi dan menambah proses kegiatan
belajar keagamaan dan membina rasa, sikap dan praktik kehidupan keluarga
beragama. Hal ini dalam keluarga sebagai fondasi menuju keluarga kecil bahagia
dan sejahtera.
Keluarga sebagai fungsi budaya yaitu membina dalam
meneruskan norma dan budaya masyarakat dan bangs, membina dalam menyaring
budaya asing yang tidak sesuai, membina dalam pemecahan masalah dari pengaruh
negatif globalisasi, membina agar berperilaku positif dan membina budaya yang
sesuai dengan kebutuhan Indonesia yang selaras, sesuai dan seimbang. Dalam
fungsi cinta kasih didalam keluarga, dengan menumbuhkembangkan potensi kasih
sayang, membina tingkahlaku, membina praktik kecintaan terhadap kehidupan
ukhrowi dan mampu memberi dan menerima kasih sayang sebagai pola hidup yang
ideal.
Fungsi perlindungan, dengan memberi rasa aman
keluarga baik fisik maupun psikis dan menjadikan stabilitas dan keamanan
keluarga. Fungsi reproduksi, membina sebagai wahana reproduksi sehat dengan
memberikan contoh kaidah – kaidah pembentukan keluarga baik yang berkaitan
dengan melahirkan, jarak anak, jumlah ideal anak dalam keluarga sebagai modal
kondusif keluarga. Fungsi sosialisasi, membina proses sosialisasi dalam
meningkatkan kematangan dan kedewasaan anak sehingga dapat bermanfaat positif.
Keluarga berfungsi ekonomi, melakukan kegiatan ekonomi, mengelola, mengatur hasil kegiatan ekonomi sebagai modal dalam mewujudkan keluarga kecil bahagia dan sejahtera. Fungsi pelestarian lingkungan, dengan membina kesadaran, sikap, praktik perilaku pelestarian lingkungan.
Keluarga berfungsi ekonomi, melakukan kegiatan ekonomi, mengelola, mengatur hasil kegiatan ekonomi sebagai modal dalam mewujudkan keluarga kecil bahagia dan sejahtera. Fungsi pelestarian lingkungan, dengan membina kesadaran, sikap, praktik perilaku pelestarian lingkungan.
Dari berbagai literatur diatas dapat disimpulkan
bahwa keluarga mempunyai bermacam fungsi yang bertujuan dalam mewujudkan
keluarga yang penuh dengan sifat asah, asih dan asuh sehingga dapat terpenuhi
tujuan dalam pembentukan keluarga yang sejahtera.
i.
Tugas Keluarga
Dalam Bidang Kesehatan
Keluarga dalam masalah kesehatan mempunyai tugas
pemeliharaan kesehatan para anggotanya dan saling memelihara. Suprajitno
(2004:16) membagi 5 tugas kesehatan yang harus dilakukan oleh keluarga yaitu
mengenal gangguan atau masalah perkembangan kesehatan setiap anggota keluarga,
setelah mengenal keluarga diharapkan mampu mengambil keputusan untuk melakukan
tindakan yang tepat. keluarga juga bertugas memberi keperawatan kepada anggota
keluarganya yang sakit dan yang tidak dapat membantu dirinya karena cacat atau
usia yang terlalu muda.
Dalam hal lingkungan untuk menjamin kesehatan,
keluarga diharapkan dapat memodifikasi lingkungan sehingga tidak terjadi dampak
dari lingkungan yang tidak sehat baik didalam maupun diluar rumah. Suprajitno
(2004:18) menambahkan keluarga memannfaatkan dengan baik fasilitas-fasilitas
kesehatan dalam menjamin kondisi yang sehata didalam keluarga.
2.3.Proses
Keperawatan Keluarga
Menurut Bailon dan Maglaya (1978:2) dalam proses
keperawatan keluarga terdapat berbagai bentuk proses keperawatan kesehatan
dimana perawatan kesehatan keluarga adalah tingkat perawatan kesehatan
masyarakat yang ditujukan atau dipusatkan pada keluarga sebagai unit terkecil
d\atau satu kesatuan yang dirawat, dengan sehat sebagi tujuannya dan melalui
perawatan kesehatan sebagai sarananya.
Sedangkan menurut Effendi (1998:46) Proses
keperawatan adalah metode ilmiah yang digunakan secara sistematis untuk mengkaji
dan menentukan masalah kesehatan dan keperawatan keluarga, merencanakan asuhan
keperawatan dan melaksanakan intervensi terhadap keluarga sesuai dengan rencana
yang telah disusun dan mengevaluasi mutu hasil asuhan keperawatan yang
dilaksanakan terhadap keluarga.
Proses keperawatan merupakan pusat bagi semua
tindakan keperawatan, yang dapat diaplikasikan dalam situasi apa saja, dalam
kerangka referensi tertentu, konsep tertentu, teori atau falsafah (Yora &
Walsh, 1979 dikutip oleh Friedman, 1998:54).
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa
perawatan kesehatan keluarga dipusatkan pada keluarga dengan tujuan untuk
meningkatkan kemampuan keluarga dalam status kesehatan keluarga. Proses
keperawatan keluarga terdapat beberapa langkah yang disusun secara sistematis
untuk menggambarkan perkembangan dari tahap ke tahap. Menurut Friedman (1998:
55) membagi proses keperawatan kedalam lima tahap yang terdiri dari pengkajian
terhadap keluarga, identifikasi masalah keluarga dan individu atau diagnosa
keperawatan, rencana perawatan, implemntasi rencana pengerahan sumber-sumber
dan evaluasi perawatan.
Effendi (1998:45) menambahkan, dalam melakukan
asuhan keperawatan kesehatan keluarga dengan melalui membina hubungan kerjasama
yang baik dengan keluarga yaitu dengan mengadakan kontrak dengan keluarga,
menyampaikan maksud dan tujuan, serta minat untuk membantu keluarga dalam
mengatasi masalah kesehatan keluarga, menyatakan kesediaan untuk membantu
memenuhi kebutuhan – kebutuhan kesehatan yang dirasakan keluarga dan membina
komunikasi dua arah dengan keluarga.
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1.Pengkajian
Pengkajian adalah suatu tahapan ketika seorang
perawat mengumpulkan informasi secara terus menerus tentang keluarga yang
dibinanya (Suprajitno, 2004:29). Pengkajian merupakan langkah awal pelaksanaan
asuhan keperawatan keluarga.
Agar diperoleh data pengkajian yang akurat dan
sesuai dengan keadaan keluarga, perawat diharapkan menggunakan bahasa ibu
(bahasa yang digunakan sehari-hari), lugas dan sederhana (Suprajitno: 2004).
Kegiatan yang dilakukan dalam pengkajian meliputi
pengumpulan informasi dengan cara sistematis dengan menggunakan suatu alat
pengkajian keluarga, diklasifikasikan dan dianalisa (Friendman, 1998: 56)
3.2.Pengumpulan data
1.
Identitas
keluarga yang dikaji adalah umur, pekerjaan, tempat tinggal, dan tipe keluarga.
Pada umumnya penderita hipertensi merupakan penyakit
yang dipengaruhi oleh pola hidup terutama pola hidup yang salah, pola hidup
yang berhubungan dengan emosi yang negative seperti emosi yang tidak terkendali
atau temperamental, ambisius, pekerja kerasyang tidak tenang, takut dan kecemasan
yang berlebihan (Indomedia, 2002).
2.
Latar belakang
budaya /kebiasaan keluarga
a.
Kebiasaan makan
Kebiasaan makan
ini meliputi jenis makanan yang dikosumsi oleh Keluarga. Pada keluarga dengan
hipertensi sering dijumpai pola makan yang tidak benar seperti mengkosumsi
makanan yang banyak mengandung zat pengawet ,makanan yang asin serta emosi yang
negatif
b.
Pemanfaatan
fasilitas kesehatan
Perilaku
keluarga didalam memanfaatkan fasilitas kesehatan merupakan faktor yang penting
dalam penggelolaan penyakit hipertensi. Adanya sumber pelayanan kesehatan
digunakan untuk upaya pencegahan dan pengobatan dini karena dapat mencegah
timbulnya komplikasi (Rokhaeni,2001:115).
c.
Pengobatan
tradisional
Keluarga dapat
mengobati hipertensi dengan pengobatan tradisional, yaitu minum sari bawang
putih yang ditumbuk halus dan diberi air secukupnya di minum pagi dan sore
(Hariadi, 2001:26). Hipertensi akan menjadi parah dan menimbulkan komplikasi
bila pasien tidak memilih pengobatan tradisional hipertensi yang benar dan
tepat justru akan memperparah dan bahkan akan menimbulkan gangguan pada organ
lain seperti hati, ginjal dan lambung.
3.3.Status Sosial
Ekonomi
a.
Pendidikan
Tingkat
pendidikan keluarga mempengaruhi keluarga dalam mengenal hipertensi beserta
pengelolaannya. berpengaruh pula terhadap pola pikir dan kemampuan untuk
mengambil keputusan dalam mengatasi masalah dangan tepat dan benar.
b.
Pekerjaan dan
Penghasilan
Penghasilan yang
tidak seimbang juga berpengaruh terhadap keluarga dalam melakukan pengobatan
dan perawatan pada angota keluarga yang sakit salah satunya disebabkan karena
hipertensi. Menurut (Effendy,1998) mengemukakan bahwa ketidakmampuan keluarga
dalam merawat anggota keluarga yang sakit salah satunya disebabkan karena tidak
seimbangnya sumber-sumber yang ada pada keluarga.
3.4.Tingkat
perkembangandan riwayat keluarga
Riwayat keluarga mulai lahir hingga saat ini.
termasuk riwayat perkembangan dan kejadian serta pengalaman kesehatan yang unik
atau berkaitan dengan kesehatan yang terjadi dalam kehidupan keluarga yang
belum terpenuhi berpengaruh terhadap psikologis seseorang yang dapat
mengakibatkan cemas stres (friedmen, 1998:125).
3.5.Aktiftas
Aktifitas fisik
yang keras dapat menambah terjadinya peningkatan tekanan darah. Serangan
hipertensi dapat timbul sesudah atau waktu melakukan kegiatan fisik, seperti
olah raga.
1.
Data Lingkungan
a.
Karakteristik
rumah
Cara
memodifikasikan lingkungan fisik yang baik seperti lantai rumah, penerangan dan
fentilasi yang baik dapat mengurangai factor penyebab terjadinya hipertansi dan
juga ketenangan dalam rumah tangga dapat memperkecil serangan hipertensi.
b.
Karakteristik
Lingkungan
Menurut
(friedman,1998 :22) derajad kesehatan dipengaruhi oleh lingkungan. Ketenangan
lingkungan sangat mempengaruhi derajat kesehatan tidak terkecuali pada
hipertensi
c.
Perkumpulan
keluarga dan interaksi dengan masyarakat
Masalah dalam
keluarga dapat menjadi salah satunya faktor pencetus terjadinya hipertensi
dimana akan menyebabkan cemas merupakan factor resiko hipertensi
2.
Struktur Keluarga
a.
Pola komunikasi
Menurut (Nursalam,
2001:26) Semua interaksi perawat dengan pasien adalah berdasarkan komunikasi.
Istilah komunikasi teurapetik merupakan suatu tekhnik diman usaha mengajak
pasien dan keluarga untuk bertukar pikiran dan perasaan. Tekhnik tersebut
mencakup ketrampilan secara verbal maupun non verbal, empati dan rasa
kepedulian yang tinggi.
b.
Struktur
Kekuasaan
Kekuasaan dalam
keluarga mempengaruhi dalam kondisi kesehatan, kekuasaan yang otoriter dapat
menyebabkan stress psikologik yang mempengaruhi dalam hipertensi.
c.
Struktur peran
Bila anggota
keluarga menerima dan konsisten terhadap peran yang dilakukan, maka ini akan
membuat anggota keluarga puas atau tidak ada konflik dalam peran, dan
sebaliknya bila peran tidak dapat diterima dan tidak sesuai dengan harapan maka
akan mengakibatkan ketegangan dalam keluarga (Friedman, 1998).
3.
Fungsi Keluarga
a.
Fungsi afektif
Keluarga yang
tidak menghargai anggota keluarganya yang menderita hipertensi, maka akan
menimbulkan stressor tersendiri bagi penderita. Hal ini akan menimbulkan suatu
keadaan yang dapat menambah seringnya terjadi serangan hipertensi karena
kurangnya partisipasi keluarga dalam merawat anggota keluarga yang sakit
(Friedman, 1998).
b.
Fungsi
sosialisasi .
Keluarga
memberikan kebebasan bagi anggota keluarga yang menderita hipertensi dalam
bersosialisasi dengan lingkungan sekitar. Bila keluarga tidak memberikan
kebebasan pada anggotanya, maka akan mengakibatkan anggota keluarga menjadi
sepi. Keadaan ini mengancam status emosi menjadi labil dan mudah stress.
c.
Fungsi kesehatan
Pengetahuan
keluarga tentang penyakit dan penanganannya
a) Mengenal masalah kesehatan
Ketidaksanggupan
keluarga mengenal masalah kesehatan pada keluarganya, salah satunya adalah
disebabkan karena kurang pengetahuan (Effendy, 1998:50). Bila keluarga tidak
mampu mengenali masalah hipertensi yang disertai anggota keluarganya, maka
hipertensi akan berakibat terjadinya komplikasi.
b) Mengambil keputusan.
Ketidaksanggupan keluarga mengambil keputusan dalam
melakukan tindakan yang tepat, disebabkan karena tidak memahami mengenai sifat,
berat dan luasnya masalah tidak begitu menonjol (Eendy, 1998:50).
c) Merawat anggota keluarga yang sakit
Ketidakmampuan merawat anggota keluarga yang sakit
disebabkan karena tidak mengetahui keadaan penyakit, misalnya komplikasi,
progrfosis, cara perawatan dan sumber-sumber yang ada dalam keluarga.
d) Memelihara lingkungan rumah yang sehat
Keluarga diharapkan mengetahui keuntungan atau
manfaat pemeliharaan lingkungan yang sehat, dan menyadarinya sebagai salah satu
media perawatan bagi anggota keluarga yang sakit.
Lingkungan rumah yang berdebu dan asap rokok bisa
menjadi pemicu serangan hipertensi (Sundaru, 2001). Dengan melihat hal
tersebut, keluarga harus mampu memodifikasi lingkungan yang sehat dan nyaman
bagi penderita hipertensi.
e) Menggunakan fasilitas kesehatan yang ada
Pengetahuan keluarga tentang keberadaan dan
keuntungan yang didapat dari fasilitas-fasilitas kesehatan, sangat berpengaruh
terhadap penderita hipertensi. Fasilitas kesehatan di masyarakat sangat
berperan daiam hal ini, juga saat penderita hipertensi memerlukan pengobatan.
4.
Pola istirahat tidur
Istirahat
tidur seseorang akan terganggu manakala sedang mengalami masalah yang belum
terselesaikan. Pada penderita hipertensi, gangguan istirahat tidur sering
diakibatkan oleh sesak nafas dan batuk. Tidak terpenuhinya kebutuhan istirahat
tidur beresiko memperburuk keadaan hipertensi.
5.
Pemeriksaan fisik anggota keluarga
Sebagaimana
prosedur pengkajian yang komprehensif, pemeriksaan fisik juga dilakukan
menyeluruh dari ujung rambut sampai kuku. Setelah ditemukan masalah kesehatan,
pemeriksaan fisik lebih difokuskan lagi pada pemeriksaan sistem pernafasan
terutama pada penderita hipertensi dikarenakan dengan adanya hipertensi dapat
terjadi peningkatan tekanan intra kranial yang dapat menyebabkan kelainan pada
syaraf yang mempersyarafi pada pernafasan.
6.
Koping keluarga
Bila
ada stressor yang muncul dalam keluarga, sedangkan koping keluarga tidak
efektif, maka ini akan menjadi stress anggota keluarga yang berkepanjangan.
Salah satu pencegahan agar serangan hipertensi tidak sering muncul adalah
dengan mencegah timbulnya stress (Tanjung, 2003).
3.6.Diagnosa
keperawatan
Menurut pendapat Friedman (1998:59) diagnosa
keperawatan keluarga merupakan perpanjangan dari diagnosa-diagnosa keperawatan
terhadap sistem keluarga dan merupakan hasil dari pengkajian. Diagnosa
keperawatan keluarga di dalamnya termasuk masalah-masalah kesehatan yang aktual
dan potensial.
Doenges (1999) mendefinisikan diagnosa keperawatan
adalah cara mengidentifikasi, memfokuskan dan mengatasi kebutuhan pasien serta
respon terhadap masalah aktual dan resiko tinggi.
Carpenito (1998:5) mendefinisikan diagnosa
keperawatan sebagai berikut :
“Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang
menggambarkan respon manusia (keadaan sehat atau perubahan pola interaksi
potensial dan aktual dari individu atau kelompok dimana perawat dapat secara
legal mengidentifikasi dan untuk itu pula perawat dapat menyusun
intervensi-intervensi definitif untuk mempertahankan status kesehatan atau
untuk mengurangi, menghilangkan, atau mencegah”.
Dengan pengertian diatas yang telah disampaikan para
ahli, keluarga merupakan satu tipe kelompok dimana diagnosa keperawatan dapat
diberlakukan, meskipun demikian, diagnosa keperawatan masih berorientasi pada
individu. Diagnosa yang mungkin muncul dalam keluarga dengan penyakit
hipertensi menurut Doenges (2000:152) antara lain nyeri kepala, insomnia, gang
perfusi jaringan, penurunan curah jantung, intoleransi aktifitas, nyeri dada
dan resti injuri (diplopia).
1) Prioritas masalah
1) Prioritas masalah
Menurut Effendy (1998:52) hal-hal yang perlu
diperhatikan dala penyusunan prioritas masalah adalah tidak mungkin
masalah-masalah kesehatan dan keperawatan yang ditemukan dalam keluarga
diselesaikan sekaligus, perlu mempertimbangkan masalah-masalah yang dapat
mengancam kesehatan seperti masalah penyakit.
Mempertimbangkan respon dan perhatian keluarga
terhadap asuhan keperawatan keluarga yang diberikan, keterlibatan anggota
keluarga dalam memecahkan masalah yang mereka hadapi, sumber daya keluarga yang
dapat menunjang pemecahan masalah kesehatan atau keperawatan keluarga serta
yang tidak kalah pentingya adalah pengetahuan dan kebudayaan keluarga.
2)
Kriteria prioritas masalah
penyusunann prioritas masalah kesehatan dan
keperawatan keluarga, didasarkan pada beberapa kriteria. Menurut Effendy
(1998:52-54), kriteria yang menjadi dasar prioritas masalah adalah sifat
masalah, kemungkinan masalah dapat diubah, potensial masalah untuk dicegah dan
menonjolnya masalah.
Sifat masalah dikelompokkan menjadi ancaman kesehatan, tidak atau kurang sehat, dan krisis. Dalam menentukan sifat masalah, bobot yang paling besar diberikan pada keadaan sakit atau yang mengancam kehidupan keluarga, yaitu keadaan sakit kemudian baru diberikan kepada hal-hal yang mengancam kesehatan keluarga dan selanjutnya pada situasi krisis dalam keluarga di mana terjadi situasi yang menuntut penyesuaian dalam keluarga (Efiendy, 1998:54).
Sifat masalah dikelompokkan menjadi ancaman kesehatan, tidak atau kurang sehat, dan krisis. Dalam menentukan sifat masalah, bobot yang paling besar diberikan pada keadaan sakit atau yang mengancam kehidupan keluarga, yaitu keadaan sakit kemudian baru diberikan kepada hal-hal yang mengancam kesehatan keluarga dan selanjutnya pada situasi krisis dalam keluarga di mana terjadi situasi yang menuntut penyesuaian dalam keluarga (Efiendy, 1998:54).
Sedangkan kemungkinan masalah hipertensi dapat
diubah, adalah kemungkinan keberhasilan mengurangi atau mencegah masalah yang
berhubungan dengan hipertensi jika dilakukan intervensi. Faktor-faktor yang
dapat mempengaruhi masalah hipertensi dapat diubah adalah faktor pengetahuan
dan tindakan untuk menangani masalah hipertensi, sumber daya keluarga, di
antaranya adalah keuangan, tenaga, sarana dan prasarana. Selain itu sumber daya
perawatan, diantaranya adalah pengetahuan dan keterampilan dalam penanganan
masalah keperawatan serta waktu dan sumber daya masyarakat, dapat dalam bentuk
fasilitas, organisasi seperti posyandu, polindes, dan sebagainya juga menjadi
faktor yang mempengaruhi kemungkinan masalah hipertensi untuk diubah (Effendy,
1998:54).
Potensial masalah hipertensi untuk dicegah, adalah
sifat dan beratnya masalah berhubungan dengan hipertensi yang timbul dan dapat
dikurangi atau dicegah melalui tindakan keperawatan, misalnya dengan memberikan
informasi tentang hipertensi, cara mencegah terjadinya serta menganjurkan
penderita hipertensi untuk memeriksakan kesehatannya ke tempat palayanan
kesehatan (puskesmas, rumah sakit, dan dokter).
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam melihat
potensi pencegahan masalah hipertensi adalah kepelikan atau kesulitan masalah
hipertensi hal ini berkaitan dengan beratnya penyakit atau hipertensi yang
dialami oleh keluarga. Kedua perhatikan tindakan yang sudah dan sedang
dilaksanakan, yaitu tindakan untuk mencegah dan mengobati masalah hipertensi
dalam rangka meningkatkan status kesehatan keluarga (Effendy, 1998:54).
Hal lain yang perlu diperhatikan dalam melihat
potensi pencegahan masalah hipertensi berhubungan dengan jangka waktu
terjadinya masalah hipertensi. Keadaan ini erat hubungannya dengan beratnya
masalah hipertensi pada keluarga dan potensi masalah untuk dicegah. Dan yang
tidak kalah pentingnya adalah adanya keiompok resiko tinggi dalam keluarga atau
kelompok yang sangat peka menambah potensi untuk mencegah masalah hipertensi
(Effendy, 1998:54).
Menonjolnya masalah hipertensi adalah cara keluarga
melihat dan menilai masalah yang berhubungan dengan masalah hipertensi dalam
hal berat dan mendesak masalah hipertensi untuk diatasi melalui intervensi
keperawatan.
3.7.Rencana Asuhan
Keperawatan
Effendy (1998: 54), mendefinisikan: rencana
keperawatan keluarga adalah sekumpulan tindakan yang ditentukan perawat untuk
dilaksanakan, dalam memecahkan masalah kesehatan dan keperawatan yang telah
didefinisikan.
Rencana keperawatan keluarga mencakup tujuan umum dan tujuan khusus yang didasarkan pada masalah yang dilengkapi dengan kriteria dan standar yang mengacu pada penyebab (Suprajitno, 2004:49).
Rencana keperawatan keluarga mencakup tujuan umum dan tujuan khusus yang didasarkan pada masalah yang dilengkapi dengan kriteria dan standar yang mengacu pada penyebab (Suprajitno, 2004:49).
Sedangkan Friedman (1998:65) menyatakan ada beberapa
tingkat tujuan. Tingkat pertama meliputi tujuan-tujuan jangka pendek yang
sifatnya dapat diukur, langsung dan spesiflk. Sedangkan tingkat kedua adalah
tujuan jangka panjang yang merupakan tingkatan terakhir yang menyatakan
maksud-maksud luas yang yang diharapkan oleh perawat maupun keluarga agar dapat
tercapai.
Dalam menyusun kriteria evaluasi dan standar
evaluasi, disesuaikan dengan sumber daya yang mendasar dalam keluarga pada
umumnya yaitu biaya, pengetahuan, dan sikap dari keiuarga, sehingga dapat
diangkat tiga respon yaitu respon verbal, kognitif, afektif atau perilaku, dan
respon psikomotor untuk mangatasi masalahnya. Tujuan asuhan keperawatan
keluarga dengan masalah hipertensi dapat dibedakan menjadi dua yaitu tujuan
jangka pendek dan tujuan jangka panjang (Effendy, 1998:57).
Tujuan jangka pendek pada penderita hipertensi
antara lain : setelah diberikan informasi kepada keluarga mengenai hipertensi
keluarga mampu mengambil keputusan dalam melakukan tindakan yang tepat untuk
anggota keluarga yang menderita hipertensi dengan respon verbal keluarga mampu
menyebutkan pengertian, tanda dan gejala, penyebab serta perawatan hipertensi.
Respon afektif, keluarga mampu menentukan cara penanganan atau perawatan bagi
anggotanya yang menderita hipertensi secara tepat. Sedangkan respon psikomotor,
keluarga mampu memberikan perawatan secara tepat dan memodifikasi lingkungan
yang sehat dan nyaman bagi penderita hipertensi. Standar evaluasi yang
digunakan adalah pengertian, tanda dan gejala, penyebab, perawatan, komplikasi
dan pengobatan hipertensi (Effendy, 1998:57-60).
Tujuan jangka panjang yang ingin dicapai dalam perawatan hipertensi adalah masalah dalam keluarga dapat teratasi atau dikurangi setelah dilakukan tindakan keperawatan. Tahap intervensi diawali dengan menyelesaikan perencanaan perawatan. Seperti pendapat Friedman (1998:67) bahwa:
Tujuan jangka panjang yang ingin dicapai dalam perawatan hipertensi adalah masalah dalam keluarga dapat teratasi atau dikurangi setelah dilakukan tindakan keperawatan. Tahap intervensi diawali dengan menyelesaikan perencanaan perawatan. Seperti pendapat Friedman (1998:67) bahwa:
“….selama pelaksanaan intervensi perawatan,
data-data baru secara terus-menerus mengalir masuk. Karena informasi ini (respon
pada klien, perubahan situasi dan lain-lain) dikumpulkan, perawat perlu cukup
fleksibel dan dapat beradaptasi untuk mengkaji ulang situasi dengan keiuarga
dengan membuat modifikasi-modifikasi tanpa rencana terhadap perencanaan.”
Dalam memilih tindakan keperawatan tergantung pada
sifat
masalah dan sumber-sumber yang tersedia untuk pemecahan. Intervensi keluarga dengan masalah hipertensi menurut Doengoes (1999) antara lain mengkaji tekanan darah, menganjurkan kepada keluarga menciptakan lingkungan yang nyaman, segar, bebas polusi pertahankan pembatasan aktivitas, seperti istirahat di tempat tidur dan menghindari stres.
masalah dan sumber-sumber yang tersedia untuk pemecahan. Intervensi keluarga dengan masalah hipertensi menurut Doengoes (1999) antara lain mengkaji tekanan darah, menganjurkan kepada keluarga menciptakan lingkungan yang nyaman, segar, bebas polusi pertahankan pembatasan aktivitas, seperti istirahat di tempat tidur dan menghindari stres.
Selain itu juga perlu dikaji pemahaman klien tentang
hipertensi kemudian mendiskusikan dengan keluarga tentang hipertensi
(pengertian, penyebab, tanda dan gejala, perawatan, pengobatan, serta
komplikasi hipertensi).
Menganjurkan pada klien agar manghindari makan
makanan yang mengandung banyak Natrium (garam/asin). Kaji keefektifan strategi
koping dengan mengobservasi perilaku klien dan keluarga, misal kemampuan
menyatakan perasaan dan perhatian, keinginan berpartisipasi dalam rencana
pengobatan. Berikan informasi tentang sumber-sumber di masyarakat dan dukungan
anggota keluarga (Doengoes, 1999).
3.8. Implementasi
Implementasi dapat dilakukan oleh banyak orang
seperti klien (individu atau keluarga), perawat dan anggota tim perawatan
kesehatan yang lain, keluarga luas dan orang-orang lain dalam jaringan kerja
sosial keluarga (Friedman, 1998:67). Hal senada juga diutarakan Suprajitno
(2004). Implementasi terhadap keluarga dengan masalah hipertensi didasarkan
kepada rencana asuhan keperawatan yang telah disusun.
Hal yang perlu diperhatikan dalam tindakan
keperawatan keluarga dengan hipertensi menurut Effendy (1998:59) adalah sumber
daya dan dana keluarga, tingkat pendidikan keluarga, adat istiadat yang
berlaku, respon dan penerimaan keluarga serta sarana dan prasarana yang ada
dalam keluarga.
Sumberdaya dan dana keluarga yang memadai diharapkan dapat menunjang proses penyembuhan dan penatalaksanaan penyakit hipertensi menjadi lebih baik. Sedangkan tingkat pendidikan keluarga juga mempengaruhi keluarga dalam mengenal masalah hipertensi dan dalam mengambil keputusan mengenai tindakan kesehatan yang tepat terhadap anggota keluarga yang terkena hipertensi.
Adat istiadat dan kebudayaan yang berlaku dalam keluarga akan mempengaruhi pengambilan keputusan keluarga tentang pola pengobatan dan penatalaksanaan penderita hipertensi, seperti pada suku pedalaman lebih cenderung menggunakan dukun daripada pelayanan kesehatan.
Sumberdaya dan dana keluarga yang memadai diharapkan dapat menunjang proses penyembuhan dan penatalaksanaan penyakit hipertensi menjadi lebih baik. Sedangkan tingkat pendidikan keluarga juga mempengaruhi keluarga dalam mengenal masalah hipertensi dan dalam mengambil keputusan mengenai tindakan kesehatan yang tepat terhadap anggota keluarga yang terkena hipertensi.
Adat istiadat dan kebudayaan yang berlaku dalam keluarga akan mempengaruhi pengambilan keputusan keluarga tentang pola pengobatan dan penatalaksanaan penderita hipertensi, seperti pada suku pedalaman lebih cenderung menggunakan dukun daripada pelayanan kesehatan.
Demikin juga respon dan penerimaan terhadap anggota
keluarga yang sakit hipertensi akan mempengaruhi keluarga dalam merawat anggota
yang sakit hipertensi.
Sarana dan prasarana baik dalam keluarga atau masyarakat merupakan faktor yang penting dalam perawatan dan pengobatan hipertensi. Sarana dalam keluarga dapat berupa kemampuan keluarga menyediakan makanan yang sesuai dan menjaga diit atau kemampuan keluarga, mengatur pola makan rendah garam, menciptakan suasana yang tenang dan tidak memancing kemarahan. Sarana dari lingkungan adalah, terjangkaunya sumber-sumber makanan sehat, tempat latihan, juga fasilitas kesehatan (Effendy, 1998:59).
Sarana dan prasarana baik dalam keluarga atau masyarakat merupakan faktor yang penting dalam perawatan dan pengobatan hipertensi. Sarana dalam keluarga dapat berupa kemampuan keluarga menyediakan makanan yang sesuai dan menjaga diit atau kemampuan keluarga, mengatur pola makan rendah garam, menciptakan suasana yang tenang dan tidak memancing kemarahan. Sarana dari lingkungan adalah, terjangkaunya sumber-sumber makanan sehat, tempat latihan, juga fasilitas kesehatan (Effendy, 1998:59).
3.9.Evaluasi
Komponen kelima dari proses keperawatan ini adalah
evaluasi. Evaluasi didasarkan pada bagaimana efektifnya tindakan keperawatan
yang dilakukan oleh keluarga, perawat, dan yang lainnya. Evaluasi merupakan proses berkesinambungan yang terjadi setiap kali seorang perawat memperbaharui rencana asuhan keperawatan (Friedman, 1998:7).
yang dilakukan oleh keluarga, perawat, dan yang lainnya. Evaluasi merupakan proses berkesinambungan yang terjadi setiap kali seorang perawat memperbaharui rencana asuhan keperawatan (Friedman, 1998:7).
Evaluasi merupakan kegiatan yang membandingkan
antara hasil implementasi dengan kriteria dan standar yang telah ditetapkan
untuk melihat keberhasilannya.
Evaluasi dapat dilaksanakan dengan dua cara yaitu
evaluasi formatif dan evaluasi sumatif (Suprijatno, 2004:57) yaitu dengan SOAP,
dengan pengertian S adalah ungkapan perasaan dan keluhan yang dirasakan secara
subjektif oleh keluarga setelah diberikan implementasi keperawatan, O adalah
keadaan obyektif yang dapat diidentifikasi oleh perawat menggunakan
penagamatan. A adalah merupakan analisis perawat setelah mengetahui respon
keluarga secara subjektif dan objektif, P adalah perencanaan selanjutnya
setelah perawat melakukan tindakan.
Dalam mengevaluasi harus melihat tujuan yang sudah
dibuat sebelumnya. Bila tujuan tersebut belum tercapai, maka dibuat rencana
tindak lanjut yang masih searah dengan tujuan.
BAB IV
PENUTUP
4.1.Kesimpulan
Faktor risiko hipertensi yang berpengaruh secara signifikan terhadap tingkt
tekanan darah adalah faktor risiko umur, obesitas, kebiasaan olahraga yang
salah, merokok, mengkonsumsi minuman beralkohol, mengkonsumsi makanan yang
mengandung lemak, pengawet dan sodium tinggi serta faktor risiko stress. Dengankata
lain penderita hipertensi harus berolahraga secara rutin, mengurangi kebiasaan merokok,
tidak minum-minuman alcohol.serta menjaga pola makan. Oleh karena itu,mulai
dari sekarang kita dapat mencegah penyakit tekanan darah tinggi karena bisa beresiko
sangatlah berbahaya. Tekanan darah tinggi bisa diderita oleh semua orang tanpa kecuali.
Dampak dari penyakit tekanan darah tinggiberpengaruh
pada otak dan jantung.
4.2.Saran
Untuk Klien dan Keluarga
Diharapkan klien mau memotivasi dirinya sendiri
untuk pola hidup yang menuju ke arah berulangnya hipertensi, misalnya hinadri
konsumsi garam berlebih, hindari stress, jangan banyak pikiran, dan olah raga
teratur. Anjurkan untuk selalu cek status kesehatan ke tempat pelayanan
kesehatan terdekat.
Diharapkan keluarga memberikan support yang positif
bagi klien demi peningakat status kesehatan klien dan diharapkan keluarga ikut
waspada terhadap resiko pada keluarga klien sendiri.
DAFTAR PUSTAKA
Doengoes. M. E, Et. All. Nursing Care
Plans Guidelines for Planning and Documenting Patient Care, Edisi 3. Alih
Bahasa: I Made Kariasa, Et. All. 2000. Jakarta: EGC
Smeltzer, Suzanne, and Bare. (2001),
Buku Saku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8. Jakarta: EGC
Suprajitno. (2004). Asuhan Keperawatan
Keluarga. Jakata: EGC.
Carpenito, L. J. Handbook of Nursing
Diagnosis. Edisi 8, Alih Bahasa Monica Ester. (2001). Jakarta: EGC
Carpenito, L. J. (1999) Buku Saku
Diagnosa Keperawatan. Edisi 7, Alih Bahasa Monica Ester. Jakarta: EGC
Friedman, M. M. (1998). Keperawatan
Keluarga Teori dan Praktek, Edisi 3. alih Bahasa: Debora R. L & Asy. Y,
Jakarta: EGC
Effendy. N (1998). Dasar- dasar
Keperawatan Kesehatan Masyarakat, Edisi 2. Jakarta; EGC
Long. Barbara. C. Essential of Medical
Surgical Nursing, Penerjemah. Karnaen R, Et. All, Edisi ke 3. 1996. Bandung:
Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Padjajaran.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
(2006). Mengenal Hipertensi, (Online), (http:// depkes.co.id/stroke.html)
Tim POKJA RS Jantung Harapan Kita.
(2003). Standar Asuhan Keperawatan Kardiovaskuler. Direktorat Medik dan
Pelayanan RS Jantung dan pembuluh darah Harapan kita. Jakarta
FKUI. (1990). Ilmu Penyakit Dalam Jilid
II. Balai Penerbit FKUI. Jakarta
DIKLIT RS Jantung Harapan Kita. (1993).
Dasar-dasar Keperawatan Kardiovaskuler. RS Jantung Harapan Kita. Jakarta
KATA PENGANTAR
Dengan
mengucapkan puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa,yang telah memberikan
berkat, rahmat, serta karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan
makalah yang berjudul “Asuhan Keperawatan Hipertensi” ini dengan
tidak ada halangan yang berarti.
Makalah
ini kami susun dengan tujuan agar dapat dijadikan sebagaireferensi bagi pembaca
yang ingin mengetahui lebih jauh mengenai asuhankeperawatan hipertensi. Selain
itu makalah ini kami susun juga untuk memenuhitugas dari dosen Sistem
Komprehensif II.Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari
katasempurna. Oleh karena itu, kami mengharap tegur sapa dan kritik
yangmembangun dari para pembaca guna perbaikan dan peningkatan untuk
karyaselanjutnya. Demikian kiranya, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi
kita semuadan pembaca pada khususnya.
Medan, Oktober 2012
Penulis
|
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .............................................................................. i
DAFTAR ISI.............................................................................................. ii
Bab I
Pendahuluan ................................................................................... 1
1.1.Latar
belakang ....................................................................................... 1
1.2.Rumusan
Masalah.................................................................................. 1
1.3.Tujuan
................................................................................................... 2
Bab II Tinjauan
Teori .............................................................................. 3
2.1. Konsep penyakit .................................................................................. 3
1.
Pengertian
Hipertensi ...................................................................... 3
2.
Klasifikasi
hipertensi ....................................................................... 4
3.
Etiologi ............................................................................................ 4
4.
Patofisiologi .................................................................................... 5
5.
Manifestasi
Klinik............................................................................ 6
6.
Penatalaksanaan .............................................................................. 6
7.
Komplikasi ...................................................................................... 7
8.
Pemeriksaan
Penunjang ................................................................... 7
9.
Pengkajian Fokus
............................................................................ 8
10. Diagnosa Keperawatan ................................................................... 8
2.2. Konsep Keluarga .................................................................................. 9
2.3. Proses Keperawatan Keluarga.............................................................. 19
Bab III Tinjauan
Pustaka......................................................................... 21
3.1. Pengkajian ............................................................................................ 21
3.2. Pengumpulan Data ............................................................................... 21
3.3. Status Sosial Ekonomi.......................................................................... 22
3.4. Tingkat Perkembangan dan Riwayat keluarga ..................................... 22
3.5. Aktifitas ............................................................................................... 23
3.6 Diagnosa Keperawatan ......................................................................... 24
|
3.8.
Implementasi ........................................................................................ 30
3.9. Evaluasi ................................................................................................ 31
Bab IV Penutup......................................................................................... 32
4.1. Kesimpulan .......................................................................................... 32
4.2. Saran .................................................................................................... 32
DAFTAR PUSTAKA
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar